Banyak lelaki yang masih butuh keberanian melawan orang yang tak bersenjata, Kekasih. Sebagaimana banyak lelaki yang butuh menyatakan cintanya di hadapan perempuan yang tak punya pilihan
-Sujiwo Tejo
“Isabel ya?” Faisal melirik dengan ekor matanya ketika Ridwan terlihat sibuk mengetik pesan di ponsel.
Ridwan menggeleng.
“Oh,” Faisal berucap singkat, tidak ingin tahu lagi.
Namun, Ridwan setelah memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, dia menautkan jari-jarinya di atas meja lalu berkata:
“Aku ketemu seseorang di Alhambra tadi pagi. Perempuan.”
Faisal hampir tersedak mendengarnya.
”Hah! Pantes aja niat banget kabur acara pembukaan konferensi tadi! Kamu udah rencanain ini ya? Kamu selingkuh dari Isabel?” seru laki-laki itu. Wajah Faisal yang kekanakan tampak usil sekaligus antusias.
Ridwan tidak terusik dengan godaan Faisal. Wajahnya tetap datar seperti orang yang sudah bosan dengan candaan sahabatnya.
“Kamu pernah tahu ada adik tingkat kita bernama Asma Azka Daaniyya?”
“Siapa?” Faisal mengerutkan dahi karena tidak jelas mendengar.
“Asma Azka Daaniyya”,Ridwan mengulangi nama Asma. “Dia bilang alumni HI tahun 2010.”
“Hmmm,” sesaat Faisal seperti berpikir. “Kalau dia aktif di himpunan mahasiswa atau klub mahasiswa fakultas kita pasti tahu.”
“Sepertinya, dia nggak aktif dimanapun. Tapi, dia bilang kampus dan jurusan yang sama dengan kita dulu.”
Dahi Faisal kembali berkerut, mencoba mengingat-ingat.
“Ada fotonya?” tanya Faisal kemudian. “Atau... oh tunggu! Kita bisa cek di website alumni!” Kemudian Faisal ganti merogoh ponsel dalam saku dan membuka peramban untuk masuk ke situs alumni, lalu dia mengetikkan nama lengkap Asma untuk mencari profilnya. Foto dan data diri Asma-pun muncul di halaman yang dicari Faisal.
“Ini?” Faisal menunjukkan foto seorang gadis muda dengan rambut lurus sebahu di di layar ponselnya. Ekspresinya datar, bibirnya yang tipis terkatup rapat tanpa senyum.
Ridwan menatapnya selama beberapa saat, baru dia yakin bahwa foto di layar ponsel Faisal mirip dengan foto Asma di paspor. Jadi, Ridwan menganggukkan kepalanya.
“Manis sih... tapi...” Faisal bergumam sambil menarik kembali ponselnya dari depan hidung Ridwan, sesaat Faisal tampak ragu-ragu untuk mengungkapkan sesuatu tetapi kemudian mengurungkannya.
“Tapi, dia udah berbeda, sekarang dia pakai hijab,” Ridwan menyeletuk.
“Ooh,” ucap Faisal acuh tak acuh karena sambil membaca data diri di bawah foto itu. “Memang alumni HI 2010, tapi aku nggak pernah kenal deh kayaknya. Berarti dia bukan aktivis di kampus.”
“Memang kayaknya gitu,” Ridwan menimpali.
“Terus? Kok mukamu kusut amat? Takut ketauan Isabel ya?” ucap Faisal kembali menggoda Ridwan.
Ridwan langsung menggelengkan kepalanya.
“Bukan itu.”
“Terus?”