Tapi ingatlah, melepaskan bukan akhir dari dunia. Melainkan awal suatu kehidupan yang baru
- Khalil Gibran-
Ingatan lain yang masih segar di kepala Ridwan adalah kala dia dan Isabel akhirnya jadian menjelang persiapan Isabel untuk koas, setelah hampir tiga tahun dekat sebagai teman nongkrong dan mencoba saling mengenal lebih jauh. Setelah itu, sepertinya gadis waitress dan peristiwa malam tahun baru itu lenyap begitu saja dalam hidupnya, seolah mereka tidak pernah bertemu atau pernah terlibat dalam suatu kejadian. Seolah tak pernah terjadi apa-apa. Hilang.
Faisal yang jengah melihat Ridwan hampir setiap saat melamun, malam ini kembali mengingatkannya untuk fokus pada agenda mereka selama di Granada.
“Kita harus rutin susun laporan kegiatan dari sekarang, Wan! Biar sampai kampus nanti kita nggak keburu-buru presentasi dan bikin laporan ke Dekan dan Fakultas!” Faisal meremas bahu Ridwan ketika untuk kesekian kalinya dia memergoki sahabatnya itu hanya duduk termangu di depan laptop mereka di kamar hotel.
Rombongan studi pertukaran budaya mereka terdiri dari beberapa orang dosen dan mahasiswa yang akan tinggal di Granada selama dua bulan ke depan. Selama itu mereka akan mengadakan banyak konferensi, seminar, dan pertunjukkan budaya di Granada University, yang akan di akan disambut pula dengan berbagai seminar dan pertunjukkan budaya dan sejarah dari para mahasiswa lokal.
Jadi, pekerjaan mereka tidak akan mudah. Bersama para dosen pendamping yang lain, Ridwan dan Faisal harus memastikan para mahasiswa mereka siap untuk presentasi, selain itu mereka juga harus mendokumentasikan seluruh agenda mereka dan juga agenda sambutan dari tuan rumah. Pekerjaan yang cukup melelahkan secara fisik dan batin untuk dikerjakan selama dua bulan penuh.
“Kamu nggak ngerjain laporan?!” Mata Faisal langsung melotot gemas ketika melihat layar laptop Ridwan yang terbuka dan melihat semua situs yang dibukanya sama sekali tidak ada yang berkaitan dengan tugas kampus.
Ridwan menghembuskan napas lalu duduk tegak di kursi kayunya. “Belum. Tapi, ini bakalan ada sangkut pautnya sama kegiatan kita, kok.”
Di telinga Faisal, kata-kata Ridwan terdengar seperti alasan, karena Faisal yakin dia tidak salah lihat hampir semua situs yang Ridwan buka justru stus tempat tujuan wisata populer di Granada. Faisal hampir menyuarakan kejengkelannya lagi karena jelas tujuan mereka ke Granada bukan untuk jalan-jalan, tapi Ridwan keburu membuka mulut:
“Tujuan Asma kesini, nggak jauh berbeda dengan kita, Sal.”
Faisal ternganga. Ridwan masih memikirkan gadis itu?
“Maksudnya apa sih?” Faisal akhirnya berdiri, sebelah tangannya di pinggang sementara tangan yang satu menggaruk rambut ikalnya yang hampir segrondong rambut Ridwan karena belum bercukur selama mereka di Granada.