Jika aku tersesat di tengah jalan. Di matamu, alamatku
-Farouk Juwaidah-
Dari luar rumah Ridwan terlihat sepi, hanya ada tukang kebun yang sedang menyiram taman di depan ketika mobil Faisal masuk. Tukang kebun yang sudah lama bekerja pada keluarga Ridwan tersenyum dan menganggukkan kepala melihat Faisal turun dari mobil. Seluruh penghuni rumah ini sudah kenal siapa Faisal, jadi dia nyelonong saja masuk ke dalam.
Di dalam ternyata juga sepi sekali, Mbok Siti si pengurus rumah tangga tidak terlihat, kedua adik kembar Ridwan, Mika dan Malik memang masih berada di luar negeri menyelesaikan studi masing-masing. Sementara, ibu Ridwan, Tante Alfan, biasanya sedang beristirahat di kamarnya setelah seharian sibuk di firma hukum miliknya.
Faisal akhirnya, menemukan Ridwan di teras belakang, duduk ditemani secangkir teh dan sepiring pisang goreng yang masih mengepulkan asap. Berarti Mbok Siti berada di dapur belakang, pantas di dalam sepi, duga Faisal.
“Assalamu’alaikum....” sapa Faisal pelan.
Ridwan menoleh mendengar sapaan salam Faisal yang tak biasa.
“Waalaikumsalam,” Ridwan menjawab pendek. Tak bersemangat.
“Belum ada informasi apapun soal Asma, ya?” tanya Faisal kemudian mengerti kegelisahan Ridwan.
Ridwan menggelengkan kepalanya kemudian berkata, “Nomor ponselnya masih aktif. Chat-ku juga terkirim, tapi nggak pernah dibaca.”
“Dia mungkin memang nggak mau ada hubungan lagi dengan segala sesuatu menyangkut Pandu,” gumam Faisal. “Terus, kamu udah bicara sama Isabel?”
Ridwan menggeleng lagi. Jujur saja, dia juga enggan berkomunikasi dengan Isabel. Mengingat seluruh rangkaian kejadian sewaktu di Granada semakin meyakinkan bahwa dia tak layak meneruskan hubungan dengan gadis itu.
“Bicara dulu. Konfirmasi kebenarannya dengan Isabel, baru cari Asma lagi,” ucap Faisal berusaha menenangkan.
“Aku mau coba ketemu sama Zaid.”
Ucapan Ridwan membuat Faisal terbelalak. “Zaid? Temen kerjanya si Asma? Bukannya dia kerja di Lombok?”
“Ya.”
“Itu berarti kamu harus kesana, kan?”
“Apa salahnya?”
Faisal menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Baru kali ini aku liat kamu begitu ngotot sama sesuatu, Wan.”
“Karena ini semua berhubungan sama hidupku, Sal.”
“Aku ngerti,” Faisal menimpali. “Berdoa saja, Asma masih baik-baik saja di luar sana.”