Karena hanya kebekuan yang susah memaafkan
-Sudjiwo Tejo-
Ridwan tahu Isabel sudah mempersiapkan special dinner di rooftoop sebuah hotel ini dengan sebaik-baiknya. Namun, meskipun begitu raut gelisah Isabel tetap tidak bisa disembunyikan di balik riasan cantik wajahnya. Ridwan tidak tahu mengapa Isabel begitu gelisah malam ini, tetapi Ridwan juga tidak peduli. Apapun perkiraan Isabel malam ini, entah Ridwan akan melamarnya atau mungkin dia sudah tahu kalau Ridwan akan memutuskannya, Ridwan akan tetap melanjutkan keputusannya malam ini.
Usai makan dan mengobrol biasa soal keadaan masing-masing, Isabel menyodorkan segelas wine kepada Ridwan, Ridwan menolak. Isabel meletakkan kembali gelas itu di meja tanpa kata-kata. Kegugupannya terasa semakin menjadi-jadi.
Ridwan menumpukan kedua sikunya di meja lalu memulai pembicaraan:
“Kamu tahu hubungan kita sudah terlalu lama, Bel.”
Isabel menganggukkan kepalanya. Matanya yang tersembunyi di balik bulu mata palsu yang lentik tidak berkedip menatap Ridwan.
“Sembilan tahun terlalu lama untuk bertahan dalam keadaan seperti sekarang.”
Isabel bergeming. Dari ekspresinya, Ridwan tahu ini bukan yang diharapkan Isabel.
“Aku nggak bisa nerusin ini sama kamu...”
“Ridwan!” Isabel menjerit, memotong kata-kata Ridwan. “Apa maksud kamu?”
Ridwan menarik napas dalam-dalam, kedua sikunya diturunkan dari meja, sekarang di bawah meja jari jemarinya saling bertautan seperti menahan marah, sedih, dan muak yang bercampur aduk menjadi satu. Wajah Isabel, di seberang meja perlahan berubah menjadi semerah darah.
“Sembilan tahun, Bel. Waktu yang terlalu lama untuk menyimpan rahasia.”
Wajah merah itu mendadak kehilangan nyawanya berganti menjadi sepucat mayat. Isabel merasakan tubuhnya mulai gemetar.