Istana Terakhir

Lasabica
Chapter #35

Chapter #35

Dan berapa banyak dari kata “apa kabarmu” yang sebenarnya adalah “aku merindukanmu” tapi mereka tidak memahaminya

-Nizzar Qabbani-

Asma rasanya tidak bisa menjelaskan semuanya kepada kedua orangtuanya jika tidak dibantu oleh Roby dan tim pengacara yang sudah dibentuk Bu Alfan. Ibu dan ayahnya tidak bisa berkata apa-apa selain menangis dalam rasa bersalah yang besar, mereka menerima kembali Asma di rumah mereka dalam keadaan jauh lebih buruk dari sebelum mereka mempercayakannya kepada Irwan Hanggoro, orang yang sudah dianggap sebagai sahabat keluarga selama ini.

Asma menjadi tidak tega melihat ayahnya yang tidak sanggup mengucapkan kata maaf langsung di depannya. Pria yang badannya semakin ringkih dan lipatan-lipatan wajah yang membuatnya tampak menjadi lebih tua lagi dari usia sebenarnya karena terlalu banyak memendam beban itu tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan anak perempuan satu-satunya itu mengambil langkahnya sendiri. Pria itu sudah pasrah, sepasrah-pasrahnya.

“Kalau permintaan kita kepada perusahaan berhasil, Asma, ayah kamu bisa mendapatkan kembali paling tidak setengah dari uang yang sudah dia berikan kepada perusahaan itu. Gunakanlah uang itu untuk memperbaiki keadaan ini,” Roby menjelaskan kepada Asma setelah menyelesaikan pembicaraan dengan orangtua Asma.

“Pasti,” ucap Asma dengan tekad yang bulat. “Lalu, bagaimana dengan proses saya dan Pandu?”

“Pak Irwan dan Pandu akhirnya sepakat, mereka akan mengikuti semua prosesnya dan mau masalah ini selesai secepatnya. Pandu tidak ingin karir dokternya hancur, begitu juga Pak Irwan tidak ingin reputasinya sebagai politisi rusak. Oya, saya dengar juga Pandu dan Isabel akan segera melangsungkan pernikahan setelah selesai dengan kamu.”

Asma hanya diam.

“Mereka berdua memang seharusnya disatukan sejak awal, Asma,” komentar Roby dengan nada kesal. “...dan semoga setelah ini, ayahmu juga sadar bahwa Pak Irwan bukan orang yang layak lagi dijadikan sebagai sahabat.”

Setelah para pengacara itu pergi, Asma kembali ke dalam rumah kontrakan mereka yang biayanya ditanggung Asma sejak ia menikah. Dia dan orangtuanya tidak banyak bicara, ayahnya kembali mengurung diri di kamar, dan ibu menyibukkan diri membantu Asma membereskan semua barang-barangnya ke satu kamar yang akan ditempati Asma untuk sementara.

“Oya, Asma,” ibunya berhenti mengatur baju-baju Asma ke dalam lemari.

“Ya, Bu?”

“Pak Roby bilang mereka pengacara dari keluarga Professor Alfan Mukti. Itu siapa? Dosenmu dulu?”

Asma menggelengkan kepalanya. “Bukan, Bu.”

“Terus?”

“Anaknya, teman Asma kuliah dulu. Satu jurusan di kampus.”

“Oh...”

“Kenapa?”

“Ya... nggak... kok bisa kenal dan sebaik itu membantu kamu tanpa biaya lagi.”

Lihat selengkapnya