Ada suara yang tidak menggunakan kata-kata. Maka dengarkanlah!
-Rumi-
Mereka akhirnya tahu kalau ada pintu lain yang menuju ke ‘surga’ Alhambra: Baabul Sharia atau Justice Gate. Asma menatap gambar samar tangan dan kunci di atas lengkungan pintu gerbang raksasa itu, sementara Ridwan hanya menghela napas.
“Gambar yang banyak ditafsirkan secara serampangan oleh orang-orang Barat,” gumamnya dengan nada kecewa.
“Katamu orang-orang Barat bilang itu gambar tangan Sayyidah Fatimah, kan? Putri kesayangan Rasulullah,” Asma bertanya.
Ridwan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Ya, orang-orang Barat bilang dulu kaum Muslim disini meyakini bahwa tangan Fatimah adalah kunci untuk masuk surga.”
Asma tersenyum pahit. Tafsiran yang sangat salah.
“Padahal itu simbol lima prinsip dalam Islam: Rukun Islam dan Sholat Lima Waktu,” Asma tiba-tiba bergumam.
“Ya,” Ridwan menimpali. “Mereka yang tidak paham Islam seenaknya mengartikan yang lain.”
Lalu, keduanya tiba-tiba terdiam karena menyadari diri sendiri, dan saling berpandangan. Asma kemudian mengalungkan kembali selendang merah tipis yang tadi terjatuh di bahunya kembali menempel ke kepala. Ketika Ridwan memperhatikan, Asma lalu berpaling ke arahnya.
“Memang nggak sesempurna hijab saya seperti dalam perjalanan sebelumnya, tapi saya mencoba mendekati sempurna,” katanya kepada Ridwan.
“Proses itu berjalan pelan, nggak harus ngebut, kan?”
Asma membalas senyum Ridwan lalu dia mengikuti Ridwan melangkahkan kakinya ke memasuki gerbang.
Asma tadinya tidak yakin mereka berdua bisa ‘kembali’ lagi ke Alhambra, apalagi keluarga Ridwan masih dalam suasana berduka. Ya, Professor Alfan akhirnya melepas seluruh sakit di raganya. Jiwanya kini benar-benar lepas, mengembara mencari perjalanan pulang kembali ke sisi-Nya, dan Asma yang menyaksikan itu semua di depan mata masih merasa sangat shock.
Pertamakali dia bertemu dengan ayah Ridwan yang sakit dan beliau langsung meninggal dunia tepat di depan matanya. Asma merasa tak berdaya menghadapi kedukaan yang begitu besar dan nyata yang dilihatnya secara langsung, lebih mengerikan ternyata melihat duka di hidup orang lain. Namun, setelah itu berkali-kali Ridwan dan ibunya meyakinkan Asma bahwa Professor Alfan pergi dengan tenang karena sudah mengetahui semua yang seharusnya dia ketahui sejak awal. Mereka berdua juga meyakinkan bahwa Professor Alfan pun ingin Ridwan dan Asma ‘kembali’ mengunjungi Alhambra. Professor Alfan ingin mereka berdua benar-benar menemukan secara nyata ‘surga’ itu, dan bahwa memang itulah keinginan terakhir Professor Alfan untuk Ridwan dan Asma.
Mereka akhirnya tiba di Istana Nasrid. Gambaran nyata yang Asma lihat persis seperti saat jiwanya mengembara ke tempat ini, dan Asma masih ingat setiap detail ruangan dan tempat yang pernah dia datangi bersama Ridwan.
“Ayo,” Ridwan mengajaknya ketika Asma hanya bengong di depan pintu masuk.
Asma pun kembali melangkahkan kakinya. Matanya menangkap ukiran kaligrafi-kaligrafi rumit yang sangat bermakna di The Mexuar, lalu potongan zilij berwarna-warni, hamparan kolam Arrayan, lalu Hall of Ambassador atau Baitul Hukmi, bangunan paling penting di bagian kompleks Istana Comares.