Udara terasa cukup dingin siang ini karena sejak tadi malam kampung ini diguyur hujan lebat. Furqon duduk terdiam diruang tamu bersama kedua orangtuanya. Wajahnya penuh kebingungan. Ditangannya memegang secarcik kertas.
“Lalu bagaimana menurut mak selanjutnya mak?” Tanya Furqon pada maknya.
Maknya menatap pada suaminya yang juga tampak kebingungan.
“Mak juga bingung Furqon, disatu sisi mak senang kau diterima kuliah S2 di Malaysia dengan beasiswa. Tetapi mak juga bingung bagaimana dengan pernikahan kau dengan Namira yang tinggal 4 hari lagi”
“Begini saja, pernikahan kau dan Mira ditunda saja seminggu lagi. Nanti sepulang kau dari mengurus administrasi kuliah kau di Malaysia kita langsungkan pernikahan dan selanjutnya kau bisa membawa istrimu ikut ke Malaysia. Masalah biaya hidup kalian biar saja ayah yang menanggung dulu hingga kau mendapatkan pekerjaan. Ayah rasa tidak masalah menundanya beberapa hari dari tanggal yang direncanakan. Namira pasti mengerti karena ini juga demi masa depan kalian.” Jawab ayah Furqon dengan mantap.
Dengan berat hati akhirnya Furqon menerima saran ayahnya. Ternyata beasiswa S2 yang pernah diajukannya di salah satu universitas di Malaysia diterima dan ia harus berangkat esok hari juga ke Malaysia untuk mengurus Administrasi perkuliahannya. Dan kemudian ditemani maknya ia menemui Namira dan maknya.
Namira menarik nafas dalam-dalam saat mendengar semua itu dari Furqon dan maknya. Tangannya gemetaran. Detak jantungnya seolah-olah berpacu dengan aliran darahnya. Begitu juga dengan mak Namira. Mak Namira yang tersandar ditempat tidur langsung merasa lemas.
“Furqon pergi tidak lama Namira. Pernikahan kalian hanya diundur tiga hari dari waktu yang ditetapkan. Ini semua juga demi masa depan kalian.” Ungkap mak Furqon sambil menggenggam tangan calon menantunya itu.
“Benar Namira. Insyaallah kita kan bertemu lagi di pelaminan nanti. Namira tunggu abang ya. Abang akan cepat pulang untuk Namira dan pernikahan kita.” Janji Furqon sambil melihat Namira yang semakin gelisah.
“Mira hanya takut. Yang pernah terjadi terulang lagi.” Ujar Namira pelan.
“Insyaallah tidak akan terjadi apa-apa Mira. Bang Furqon akan cepat menyelesaikan semua urusan abang”. Janji Furqon lagi meyakinkan Namira.
Akhirnya Furqon dan maknya pulang. Dan bagaimanapun juga Namira harus menerima pengunduran pernikahannya.
“Namira sedih Furqon akan pergi?” Tanya maknya yang masih sedih melihat wajah putrinya yang gundah.
“Mira hanya takut mak. Perasaan Mira tidak enak. Jika kali ini gagal lagi mungkin Namira akan menjadi bualan-bualan satu kampung ini mak. Namira takut terjadi sesuatu pada bang Furqon disebabkan oleh Namira.” Ungkap Namira sedih dan pasrah.
“Masyaallah Mira. Istighfar nak. Kau telah suuzon pada Allah. Apa sekarang kau malah benar-benar merasa bahwa kau itu pembawa petaka ? Masyaallah nak…” Suara maknya dengan nada sedikit tinggi.
“Astaghfirullah Al azim ...” Ucap Namira cepat.
“Percayakan semua pada Allah nak. Mak yakin Furqon akan kembali dan menikah dengan kau nak.” Hibur maknya sambil memeluk Mira.
Kabar Furqon yang berangkat ke Malaysia telah diketahui oleh warga kampung. Dan benar apa yang dirasakan Namira, sudah banyak warga yang mejadikan Namira sebagai bahan pergunjingan. Banyak yang mengatakan bahwa pernikahan Namira kali ini juga akan gagal. Bahkan mak Pur mencoba menakut-nakuti mak Furqon. Namun mak Furqon tidak menanggapinya.
Sudah 4 hari sejak kepergian Furqon ke Malaysia. Kemungkinan 3 hari lagi ia akan pulang. Namira masih merasa cemas. Ia merasa gelisah.
Siang ini selepas sholat zuhur Namira dan Lela pergi ke sungai untuk mencuci pakaian. Di sungai seperti biasa ramai oleh ibuk-ibuk mencuci dan anak-anak yang mandi sungai. Namira dan Lela memilih duduk ditepi bebatuan yang cukup jauh dari keramaian.
“Oiii,,,Namira. Calon pengantin tak baiklah masih juga mencuci ke sungai. Sebaiknya calon pengantin tuh duduk manis saja dirumah.” Teriak seorang ibuk-ibuk dari kejauhan sambil mencuci pakaian.
“Betul tuh. Kalau kata orang tua masa dulu itu tidak baik. Calon pengantin harus berdiam diri dikamar saja kalau keluar-keluar juga macam ini bisa mendatangkan petaka nanti.” Sambung ibuk yang lain.
Namira hanya tersenyum sambil tetap mencuci pakaian.
“Alah mak-mak nih masih percaya saja dengan mitos macam tuh. Tahayul. Semuanya tergantung takdir dari Allah saja tuh.” Jawab Laila yang sedari tadi ikut mencuci disebelah Namira.