Di sudut sisi ruangan rumah sederhana terlihat seorang gadis cantik yang manis dan menutup auratnya dengan hijab, Aisyah namanya. Aisyah merupakan mahasiswi tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi Jakarta yang mengambil jurusan manajemen. Aisyah merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Dia tinggal dan besar di Jakarta. Ayahnya bekerja sebagai karyawan swasta di salah satu perusahaan ternama di Jakarta. Sedangkan Ibunya membuka warung kecil dirumahnya untuk menambah pendapatan sehari-hari.
Kakaknya Aisyah bernama Wahyu, sudah bekerja sebagai dokter. Tetapi Wahyu tidak bekerja di Jakarta. Melainkan Wahyu bertugas di Kalimantan. Sudah sekitar setahun Wahyu ditugaskan bekerja sebagai dokter di Kalimantan. Aisyah memiliki adik perempuan bernama Fatimah. Fatimah masih duduk di bangku sekolah kelas 2 SMA. Ia belum berhijab dan belum ingin menutup auratnya, bahkan Fatimah sudah berganti-ganti pacar. Daftar mantan pacarnya saja sudah mencapai belasan orang. Tetapi Fatimah sangat menikmati masa-masa itu. Berganti-ganti pacar sesuka hati. Aisyah sudah berkali-kali menasihati adiknya agar berhenti berpacaran. Sudah berapa dosa yang diperbuat, dan selama pacaran sudah berbuat apa saja. Sayangnya, Fatimah selalu melawan kakaknya dan ingin menikmati masa mudanya sesuai keinginan dan kepuasan hatinya. Hingga suatu waktu Aisyah yang sedang duduk di ruang tamu dikagetkan oleh teriakan adiknya.
“Kakak !! mana sarapanku?? Kenapa belum ada makanan di rumah ini?? Aku lapar mau berangkat sekolah. Ibu juga masih tidur bukannya buka warung,” teriak Fatimah dengan nada kesal.
“Bahan makanan sudah ada dek. Roti ada, telur ada, susu juga ada. Kamu tinggal buat aja sendiri. Masa harus setiap hari kakak buatkan sarapan untukmu. Ibu mungkin kelelahan. Istigfar dek,” jawab Aisyah terhadap adiknya.
“Apa kak?? aku buat sendiri?? Apa kakak sudah gak sayang lagi sama Fatimah? Terus kenapa Ibu selalu saja kakak bela. Kakak gak perhatian lagi sama Fatimah!! Kakak jahat!! Aku pulang sekolah gak mau pulang ke rumah. Aku mau pergi aja!!” sentak Fatimah dengan nada emosi sambil agak menangis. Lalu dia pergi ke sekolah tanpa berpamitan.
“Dasar anak manja, apa-apa harus selalu disediakan. Dia selalu saja egois tanpa mempedulikan yang lainnya,” gumam Aisyah kesal menghadapi sikap adiknya. Aisyah lalu menemui ibunya di kamar.
“Ibu, ibu baik-baik saja? Kenapa ibu tidak buka warung? Tidak seperti biasanya bu?” tanya Aisyah kepada ibunya yang sedang terbaring di Kasur.