Tahun 1989 berletak di kota kecil selatan Yogyakarta ada kota bernama Bantul. Di pinggiran kota bantul para masyarakat biasanya mereka bekerja sebagai petani dan juga buruh kasar, kota kecil yang masih sangat asri dan sejuk itu menyimpan banyak cerita menarik, terutama cerita tentang keluarga Pak Kasmen dan Bu Darsimi yang tinggal di rumah kecil yang sudah sangat tua beserta 6 orang anaknya yang masih kecil, membuat Pak Kasmen bekerja keras di beberapa tempat, terkadang menyangkul di ladang kecilnya, terkadang menjadi buruh kasar di sawah tetangganya, dan juga membantu sang istri berjualan nasi bungkus di pasar pada pagi harinya.
Suli putri kecil mereka yang baru berusia 10 tahun itu sangat lah rajin, walau masih kecil dia selalu siap membantu orang tuanya, baik berdagang dengan ibunya ataupun ikut bapaknya ke sawah untuk membantu bekerja di sawah tetangganya.
Masa kecil Suli ia lewati dengan penuh kerja keras, membantu dan berbakti kepada orang tuanya setiap hari tanpa berkeluh, tanpa protes dan tanpa terpaksa, semua Suli lakukan karena ia sangat menyayangi ibu dan bapaknya yang memang harus bekerja keras karena mereka bukan lah orang yang berada.
Sawah tak punya, harta tiada, saudara tak berada, hidup pun seadanya. Itu lah yang membuat Suli ikut berjuang bersama orang tuanya, karena ia tau bagaimana ibu dan bapaknya sangat lelah dan letih. Setiap malam menjelah magrib setelah sholat, Suli selalu meyempatkan diri pergi ke mushola untuk mengaji, selain mengaji ia juga bisa bermain sebentar bersama teman-temannya sambil menunggu sholat isya.
Setelah sholat selesai pun Suli bergegas pulang karena harus membantu ibunya menyiangi sayuran untuk keperluan dagang besok pagi.