Tak ada pendingin ruangan, serta kursi busa yang jauh dari kata empuk. Hanya itu yang bisa dinikmati Rusmi selama kurang lebih sepuluh jam perjalanannya ke desa nanti. Dia tatap kosong ke luar kaca jendela kereta yang besar, kereta belum juga berjalan sementara langit mulai berubah warna menjadi kuning kemerahan. Kepala Rusmi bersandar pada kaca, sedang tangannya masih terus mendekap tas ransel di depan dada, takut ada jambret, kewaspadaan cewek ini memang layak mendapat penghargaan. Matanya perlahan tertutup, ditarik oleh rasa kantuk, adegan saling dorong tadi cukup menguras tenaga tentunya.
Ketika matanya hendak tertutup sempurna, beberapa penumpang duduk di samping dan di depan Rusmi, membatalkan aksi tidur sorenya. Rusmi lebih dulu menoleh ke samping kirinya, kini dia duduk bersebelahan dengan seorang perempuan baya berkulit gelap. Perempuan itu tampak cuek dengan kedua lubang telinga disumpal earphone. Mata Rusmi yang masih agak berat bergeser, di hadapan perempuan baya itu ada seorang laki-laki baya pula, memakai kemeja biru yang basah di bagian ketiak, dia pun terlihat cuek langsung membuka bukunya. Sekali lagi mata Rusmi bergeser, seolah dia sedang menyisir wilayahnya, memastikan orang-orang yang akan menemani perjalanan sepuluh jamnya bukanlah orang aneh.
Kedua bola mata coklat Rusmi detik itu juga melebar. Kantuknya langsung tereliminasi saat itu juga. Pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah ....
"... Maaf aku menolak kamu, kamu jelek!"
Duar!!!
Rasanya ada kilat menyambar di atas kepala Rusmi ketika bayangan kelam dari masa lalu itu kembali terputar di memori bututnya. Secepat kilat pula Rusmi mengangkat tas ranselnya di depan muka, sebelum pria di hadapannya menyadari kehadirannya di sana. Rusmi panik. Takdir keji apa yang sedang direncanakan semesta? Rusmi membatin layaknya kepsyen unggahan Instagram Putri Marino.
Pria super tampan itu adalah Guruh. Guruh Mahesa, Rusmi masih ingat nama lengkapnya. 10 tahun tak berjumpa, wajahnya tak banyak berubah selain tentunya makin tampan dan maskulin dengan dihiasi janggut tipis-tipis yang tampaknya rutin dicukur. Rusmi berani curi-curi pandang dari sisi kiri tas ranselnya. Dia telan ludahnya kasar.
Seribu satu persen yakin, dia adalah manusia yang dulu saat SMP dinamai oleh teman-teman Rusmi sebagai "Mister hensem!" Pahatan wajahnya betul-betul karunia Tuhan, kulitnya yang sawo matang bersinar di bawah cahaya matahari, kalau masa kini disebut sebagai glowing skin. Hidungnya tinggi dan bangir, bibirnya penuh seperti bibir cewek-cewek modern, dan matanya ..., ada peluru di dalam matanya. Bahkan tubuhnya pun tinggi dan tegap berisi. Hidup memang tidak adil, bisa-bisanya ada manusia yang diciptakan terlalu sempurna. Mungkin di kehidupan lampaunya, dia telah melakukan kebajikan luar biasa sehingga ini adalah karma baik baginya.
Guruh memandang ke luar jendela, sepertinya dia belum sadar kalau Rusmi tak henti-henti memandanginya dari balik tas. Rusmi terbawa kembali pada masa lalu, masa dimana Guruh adalah cowok paling diincar di sekolah. Walau tinggal satu kampung, sebetulnya keluarga Guruh bisa dibilang cukup misterius. Rumah mereka terletak di atas bukit, jalan menuju ke rumah besar mode eropa itu diisi hamparan kebun teh milik keluarga mereka pula. Yang tinggal di sana waktu itu adalah kakek-nenek Guruh serta ayahnya dan juga dua orang pembantu. Tak ada yang tahu ibunya di mana. Mereka kurang berbaur, jarang terlihat, bahkan di acara desa sekalipun. Guruh sendiri juga bisa dibilang anak yang super pendiam dan misterius, dia tak punya teman meski yang lain berusaha ingin menjadi temannya. Sejak kecil, Guruh tak pernah terlihat bermain bola atau mandi di sungai dengan anak-anak kampung yang lain, semua menduga hal itu disebabkan dia anak orang kaya, tak sedikit yang menganggapnya sombong lagi arogan.
Setiap pagi Rusmi berjalan melewati kebun teh milik keluarga Guruh menuju sekolah. Kadang dia berjalan di belakang Guruh, itu sudah cukup untuk membuatnya tersenyum sepanjang jalan, memandangi punggung cowok idola pun adalah berkah. Tapi lebih seringnya Guruh diantar ayahnya pakai mobil, dan memakai sepeda sekali seminggu.
Selain tampan, Guruh juga cerdas, dua tahun dia berturut-turut memenangkan olimpiade sains. Dia juga tertarik pada sastra, tiap istirahat, dia akan duduk di bawah pohon randu di halaman belakang sekolah, melamun sambil menulis entah apa di buku catatannya. Sepotong roti kelapa dan sebotol air mineral dingin, selalu itu yang disantapnya tiap siang. Wajar saja semua cewek kelepek-kelepek pada pesonanya, tak terkecuali Rusmi.