Matahari telah condong ke arah barat, langit biru sudah berubah warna menjadi jingga, sinar mentari pun sudah mulai redup, namun masih tampak cantik di langit yang luas.
Seorang wanita berparas ayu usai memberi privat pada beberapa murid-muridnya, tentang pelajaran dan pekerjaan rumah yang diberikan guru disekolah.
"Untuk pertemuan sore ini, Kakak Aisyah akhiri ya adik-adik, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab mereka serempak.
Sikap lembut yang dimiliki Aisyah membuat anak-anak menyayanginya seperti kakak sendiri. Tidak ada upah untuk pekerjaannya. Ia lakukan semua dengan ikhlas.
Kehidupannya yang sendiri tidak menjadikan semua itu beban. Ia akan terus berusaha mewarnai hidupnya dengan kegiatan yang bermanfaat.
Aisyah menarik tas kecil selempangnya lalu menata kembali meja dan kursi yang telah dipakai. Didekat balai desa, ada sebuah tempat untuk Aisyah mengajar. Meski tidak tidak terlalu luas. Cukup untuk menampung banyak muridnya. Dibanding kontrakan miliknya.
Setelah anak-anak mencium tangan Aisyah, mereka kembali pulang. Ia pun menyusulnya.
Wanita itu berjalan melewati tepi jalan, biasa bersenandung dengan bacaan sholawat-nya yang merdu.
Beberapa saat – ia tidak bisa membuka mulutnya, sebuah sapu tangan putih membungkamnya. Tak lama kemudian ia tidak sadarkan diri.
Beberapa jam kemudian. Setelah obat bius tidak lagi bekerja – kedua matanya terbuka. Ia melihat tubuhnya terbujur dilantai tanpa alas. Kedua tangannya terikat.
"Lepaskan! Kumohon!"
Ia melihat kondisi tubuhnya lemah, berusaha keras melindungi diri dari pria yang tak dikenalnya. Berdiri, membawa cambuk berupa sabuk yang baru ditarik dari celana yang dipakai.
Satu cambukan mengenai tubuhnya. Gadis itu menjerit kesakitan. Ia menarik ikatannya dan terlepas.
Ia segera bersimpuh meminta ampun padanya. Tak sedikitpun pria berotot kekar itu menggubris. Malah ia menendang tubuh Aisyah.
Pria itu menarik rambutnya yang menjuntai dan melepaskannya dengan kasar. Hingga kepala-nya terbentur serta tubuhnya pun ikut terjungkal.
Kedua tangan sang wanita saling menyilang, melindungi bagian tubuh dengan kedua paha mengapit, dalam kungkungannya sendiri.
Tak ingin hidupnya akan sia-sia di tangan pria yang berdiri tegap – memandangnya dengan tatapan ganas itu.
'Apakah pria ini berniat membunuhku?' batinnya terus bertanya dengan tubuh gemetar.
"Aku akan melakukan apa yang seharusnya kulakukan!" gertaknya dengan bengis.