Keesokan harinya di sebuah cafe ...
Seorang wanita cantik dan modis, mengulas senyum jahat karena tujuannya telah tercapai, menarik salah satu sudut bibirnya dan membayangkan penderitaan yang akan dialami oleh Aisyah.
"Apa benar kamu sudah membuat wanita itu menderita seumur hidupnya? Kalau boleh saya tahu, apa yang telah kau lakukan pada wanita itu?" tanya dia penasaran.
Pria berjas hitam tebal itu menyilangkan kaki, dan meneguk minuman bersoda beberapa kali, lalu menjawabnya, "Aku sudah merenggut kehormatannya. Menurut kamu apakah yang aku lakukan padanya sudah sebanding dengan apa yang ia perbuat pada saudaraku?"
Adam Smith, pria berdarah Jerman, yang memiliki perusahaan terbesar di kota ini, merasa lega telah meluapkan kesalnya pada wanita yang sudah dianggap menghancurkan keluarganya.
"Apa?" Dengan menutup mulut karena tidak percaya, akan apa yang diperbuat Adam.
"Kenapa memangnya? Sepertinya kau sangat terkejut? Bukankah itu sudah sebanding dengan kesedihan yang keluargaku alami?"
Ia menurunkan kakinya dan menatap wajah wanita yang memakai bando merah di atas kepala itu dengan serius.
Huft!
Dia adalah Jenny, wanita sekaligus teman bisnis Adam, mengatur ritme nafasnya. Jantungnya bekerja dua kali lipat. Tidak percaya dengan apa yang baru ia dengar.
"Kamu benar, Adam. Dia sudah turut andil dalam kejadian itu. Bukti mengarah padanya, ia memang pelakunya. Wanita itu pantas mendapatkan hukuman itu!"
Raut wajahnya kembali menunjukkan kebencian. Ia menatap dalam pandangan kosong, dan menggerakkan gigi-giginya membayangkan kejahatannya.
"Kamu tenang saja, penderitaan itu akan terus berlanjut!" ucapnya, sembari mengulas senyum dinginnya.
"Lalu selanjutnya, apa yang akan kamu lakukan pada wanita itu?" tanya Jenny serius.
"Tunggu saja sampai waktunya tiba, kau akan mengetahui sendiri."
Wanita itu beberapa kali mengukir senyumnya tanpa diketahui Adam.
"Apa kamu tidak ingin melaporkannya ke polisi? Ia akan dihukum seumur hidup!" Jenny memberi pendapat lain.
Adam menggelengkan kepala. "Tidak! Aku ingin siksa dia sesuai keinginanku."
Tangan kanannya mengepal. Menunjukkan otot tangannya yang kuat. Ia mengangkat dan menjatuhkan kemeja dengan keras. Membuat Jenny ketakutan.
'Aku tidak bisa bayangkan, jika pria ini tiap hari menyiksanya. Membayangkannya saja aku tidak sanggup,' batinnya.
Kling kling…
Terdengar suara dering ponsel Adam. Ia meraih benda pipih itu dari saku kemejanya.