[Assalamualaikum, Mas. Kamu besok jadi pulang, 'kan?]
[Waalaikumsalam. InsyaAllah jadi. Besok itu, kan, hari pertama putri kita masuk SMP. Aku mau nganter dia ke sekolah.]
Kedua ujung bibir ini seketika melengkung ke atas saat tidak sengaja mendengar obrolan Ibu dan Ayah di telepon, ketika aku lewat di depan kamar Ibu.
Akhirnya, aku akan bertemu dengan pria yang sering memanjakanku itu. Sudah hampir dua bulan Ayah bertugas di luar kota. Jadi wajar kalau aku sangat merindukannya.
"Sayang? Ngapain kamu di situ?" Ibu menghampiriku setelah selesai berbicara dengan Ayah.
"Coba lihat ini, Bu." Aku menunjukkan selembar kertas manila. "Bagus, gak?"
Tangan Ibu meraih kertas tersebut, lalu ia menggulum senyum. "Ini gambar sketsa wajah Ayah?"
Aku mengangguk kecil sambil tersenyum sok manis. "Iya, mirip gak, Bu? Seharian tadi aku menggambarnya. Besok aku mau kasih gambar sketsa itu ke Ayah."
"Bagus banget, Sayang. Kamu emang anak yang pintar," balas Ibu seraya mengusap kepala ini yang tertutup hijab segi empat berwarna pastel. "Ya udah, ini udah malam kamu harus tidur biar besok enggak kesiangan."
Wanita berwajah manis tersebut menggandengku masuk ke kamar. Kemudian, aku berbaring dan disuruh membaca doa sebelum tidur. Ibu mencium kening ini. Setelah itu, ia ke luar sambil mematikan lampu.
"Selamat malam, Sayang," lirihnya.
Pintu pun tertutup rapat dan ruangan menjadi gelap, hanya ada sedikit cahaya yang terpancar dari celah jendela di atas pintu.
Saking tidak sabarnya ingin cepat-cepat bertemu dengan Ayah, mata ini susah untuk dipejamkan. Aku terus berguling-guling sampai tubuhku terjatuh dari atas tempat tidur.
"Aduh!" ringisku seraya mengusap bokong.
Perlahan aku berusaha berdiri, lalu duduk dan membayangkan hadiah apa yang Ayah belikan untukku? Kalau Ayah pulang kerja, biasanya aku memang sering diberikan hadiah. Pria itu sangat tahu bagaimana membuat putri semata wayangnya yang cantik ini bahagia.
Kali ini apa yang akan Ayah kasih? Sepatu baru atau boneka penyu, yah? Aku sih, terserah saja yang penting Ayah datang ke sini dengan selamat dan dalam keadaan sehat walafiat.
Waktu menunjukkan pukul 01.30, mata ini akhirnya mulai lengket. Aku pun tertidur lelap dengan diiringi suara tokek yang tinggal di atap rumah.
Suara azan Subuh berkumandang yang berasal dari Mesjid di daerahku, langsung membuat tubuh ini terperanjat bangun.
Aku mengucek mata sambil membersihkan belek. Setelah itu, kaki mulai ku gerakan menuju kamar mandi untuk mengambil wudlu.
Tidak banyak doa yang kupanjatkan seusai salat. Aku hanya berdoa, semoga keluargaku selalu hidup bahagia dan sejahtera.
"Sayang!" Wanita yang tiga belas tahun lalu melahirkanku memanggil dengan suara lemah lembutnya. "Kamu udah bangun belum? Ini udah subuh, loh. Salat dulu."
Bukannya langsung membuka pintu, aku malah menengadahkan tangan ke atas lebih tinggi dan berdoa dengan khusu supaya dibilang anak salihah oleh Ibu.
Derap langkah kaki wanita itu terdengar mendekat ke arahku. Mulut ini pun kemudian mulai berucap memanjatkan doa. Tidak lupa, aku pasang wajah mengharukan seperti di sinetron kumenangis.
"Ya Allah ... aku bersyukur atas semua nikmat yang engkau berikan kepadaku. Tapi, kadang aku merasa heran kenapa harga-harga jajanan semakin hari semakin naik?"