Pagi itu, aroma wangi teh melati menguar dari dapur kecil milik Arya dan Saraswati. Di meja makan sederhana, Dewa, putra mereka yang berusia lima tahun, dengan ceria menyuapkan nasi goreng ke mulutnya sambil berceloteh tentang mimpinya semalam. Saraswati, dengan senyum lembutnya, mendengarkan dengan penuh perhatian sambil menuangkan teh ke cangkir Arya.
"Bu, tadi malam aku mimpi bisa terbang seperti burung elang!" kata Dewa, matanya berbinar penuh antusiasme.
"Oh ya? Berarti kamu harus makan yang banyak biar kuat terbangnya," jawab Saraswati seraya mengusap rambut anaknya yang hitam legam.
Arya masuk ke ruang makan dengan pakaian kerja rapi, membawa sebuah dokumen. "Mimpi itu bagus, Dewa. Tapi ingat, mimpi harus diikuti dengan usaha," katanya sambil mencium kening putranya. Dia lalu menatap Saraswati, "Hari ini aku mungkin pulang sedikit terlambat. Ada pertemuan di pabrik."
Saraswati hanya mengangguk, meski ada kekhawatiran di matanya. Arya sudah bekerja sangat keras akhir-akhir ini, dan dia takut suaminya terlalu lelah. Namun, dia tidak mengutarakan kekhawatiran itu, memilih untuk menyimpan perasaannya sendiri.