Halo, semua! Happy reading^^
Aku menikmati malam dengan menengadah ke langit. Pandangan mengarah pada rembulan dan jutaan bintang dengan sendu juga hati yang sakit. Hidup ini terlampau rumit. Bagai alur turun-naik lagi sempit.
Kenapa sesakit ini?
Tara, aku kangen.
Tiba-tiba, sepasang tangan besar melingkar erat di perut. Aku terkejut. Saking serius melihat langit dengan pikiran semrawut, sampai tak menyadari kalau seseorang datang, seketika senang membalut. Rinduku bersambut.
“Tara.”
“Ya.”
“Kenapa ada di sini?”
Tara membalikkan tubuhku. Aku menatapnya lekat.
“Kau melarangku datang?”
“Aku tidak akan berani. Namun, ini malam pertamamu. Aku khawatir Ibu Kalinda mencari.”
“Dia sudah tidur. Katanya, lelah.”
Sudah tidur? Lelah? Aku merasa aneh. Bagaimana bisa? Ini malam pertama mereka. Ah, mungkin capek dengan pesta pernikahan yang berlangsung selama 3 jam.
Sudahlah, lebih bagus berbaik sangka, daripada aku kembali bertanya. Tara tak akan menjawab, percuma.
“Oh, begitu.”
Entahlah. Aku tak tahu kata apa yang pas untuk menyahuti penjelasan ganjil tersebut.
Lalu, siapa aku? Apakah seorang wanita tuna-susila? Jawabannya tentu saja bukan.
Aku juga wanita yang Tara sebutkan namanya dalam ijab kabul. Namun, hanya secara siri.