Gadis muda itu tampak bimbang, matanya menatap harap. Meminta sedikit kekuatan pada sang bunda.
"Maaf Bun, Rossa tak bisa ...."
Bunda Siska menarik napas panjang. Menatap gadis itu lekat memberi kekuatan.
"Rossa tidak bisa mengecewakan Mas Nelson." Gadis itu menunduk.
Perempuan paruh baya itu mendekat. Bibirnya melengkung, memancarkan senyum tulus dan penuh kasih.
"Bangun, Nak! Kasihan jika Nelson menunggu lama."
Dengan bantuan Bunda Siska, sang calon pengantin berhias. Mengenakan kebaya biru elektrik dengan kain songket dan hijab senada. Tak banyak polesan, pipi merah alami itu hanya butuh sedikit polesan. Cantik alami membuat mata yang memandang takjub akan makhluk ciptaan Tuhan yang bernama wanita.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Rossa binti Bapak Fulan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai," ucap Nelson lantang.
"Bagaimana saksi, sah?"
"Sah, Alhamdulillah."
Berwalikan hakim, tepat pukul sembilan pagi, sepasang anak muda ini sah menjadi pasangan halal di mata Allah dan Negara.
***
Sore itu di perampatan lampu merah. Netra tajam Nelson menangkap satu bayangan, tak putus dan tak teralihkan. Mata itu terus mengikuti gerak gerik fokusnya. Gadis muda mengenakan rok panjang bercorak batik serta atasan berbahan kaus lengan pendek. Rambut panjang yang dikepang dua membuat bentuk wajahnya terpampang jelas.
"Minumannya, Pak!" tawar gadis itu sembari mengangsungkan satu botol air mineral berukuran sedang.
"Mmm, i--iya," jawab Nelson gugup.
Nelson menyerahkan satu lembar kertas berwarna merah.
Si Gadis mematung. Tangan yang hendak meraih uang itu berhenti di udara. Ditarik kembali tangan mungilnya seraya berucap.
"Maaf, Pak! Apakah ada uang kecil. Saya tak punya kembalian."
"Tidak usah kembalikan, untuk kamu aja."
"Maaf! Kalau begitu, Bapak tidak usah bayar."
Nelson terpaku! Usai berucap, gadis itu segera memutar badannya tanpa menghiraukan tangan Nelson yang mengambang di udara.