Perlahan Rossa mendapatkan kesadaran. Lemah! Perempuan itu berusaha bangkit dari rebahannya. Nyeri dan denyut di kepala terabaikan.
"Mas Nelson." Rossa berucap lirih. Manik mata mengitari ruangan mencari sosok yang dirindu.
"Istirahat dulu, Nak. Tubuhmu masih lemah." Mak Odah - pemilik kontrakan - muncul dari pintu depan yang terbuka.
"Apa yang terjadi, Mak?" tanya Rossa pelan.
"Tadi, Nak Rossa pingsan. Mungkin kaget mendengar berita yang disampaikan oleh temannya Mas Nelson." Perempuan paruh baya itu mendekat. bersimpuh di samping Rossa yang terlihat lemah.
"Astaghfirullah, Mas Nelson bagaimana kabarnya, Mak?" Rossa memaksakan badannya bangkit. Kondisi tubuh yang lemah membuat perempuan muda itu kembali duduk sembari memegang kepala yang berdenyut.
"Alhamdulillah Mas Nelson masih dilindungi Allah. Terperangkap di kobaran api karena menyelamatkan si anak bos. Semalam ia dilarikan ke rumah sakit dan sudah mendapatkan pertolongan dari dokter." Mak Odah berhenti sejenak, menelan ludah membasahi tenggorokan.
"Mas Nelson tahu kamu khawatir, makanya ia mengutus temannya untuk mengabarkan ke sini. Kemungkinan karena syok dan kondisi fisik yang lemah kamu pingsan saat mendengar berita tersebut."
"Rossa harus ke rumah sakit, Mak! Kasihan Mas Nelson sendirian." Rossa kembali berusaha bangkit. Lagi-lagi kondisi fisik yang lemah, sekedar mengangkat bokong pun ia tak mampu.
"Istirahatlah! Tidak usah khawatir! Di sana ada teman dan perawat yang menjaga Mas Nelson." Mak Odah berusaha membujuk Rossa. Menenangkan kegalauan perempuan muda nan keras kepala. "Tadi, induk semang Mas Nelson ke sini membawakan makanan. Makanlah! Agar badanmu lebih kuat. Nanti sore, suamimu sudah diizinkan pulang. Mereka yang akan mengurusi semua," jelas Mak Odah.
"Terima kasih, Mak! Maaf, kami sudah merepotkan." Rossa menatap perempuan paruh baya itu. Matanya berbinar, mengucapkan syukur yang tak terucap lisan.
"Itulah gunanya tetangga, saling tolong-menolong. Tak usah sungkan! semua warga di sini mempunyai solidaritas yang tinggi. Akan sigap bergerak dan membantu jika diantara kita ada yang tertimpa musibah ataupun membutuhkan bantuan lainnya."
"Baik, Mak! Sekali lagi terima kasih," ucap Rossa tulus.
***
Sore itu, Nelson pulang diantar oleh bosnya. Mereka membawa aneka sembako sebagai wujud syukur dan terima kasih atas pertolongan laki-laki itu.
"Mas."
Rossa memeluk dan membenamkan kepala di dada Nelson. Seketika, tangis pun pecah. Ketakutan dan kekhawatiran semalam sirna setelah melihat suami terkasih pulang dengan selamat.
Sedikit memberi jarak. Rossa menangkup dan membingkai wajah yang dirindukan dengan kedua tangannya. Menelusuri setiap lekuk wajah tampan milik lelakinya. Bulu-bulu halus mulai menghiasi dagu dan rahang. Terasa gatal saat tapak tangan halus itu menelusuri setiap incinya.
Rossa meraih dan menggenggam tangan suaminya. Mengarahkan tangan itu ke bibir dan mencium dengan takzim. Dilepaskan, ditelusuri tapak tangan lebar itu dengan telunjuknya. Terasa kasar dan kapalan dibeberapa tempat. Sesak berasa di dada, sungguh dia telah membuat pria tampan ini menderita karena telah menikahinya.
Bahu ringkih Rossa berguncang. Isak tertahan di tenggorokan. Pantaskah ia menyesal? Telah menyeret laki-laki ini ke pusaran hidupnya?
Nelson hancur mendapati wanitanya menangis pilu. Dada terasa sakit, duri tajam menusuk hatinya. perih! Lidah yang kelu. Tak sepatah kata pun lolos dari bibir.