"Tinggalkan, Nelson! Pergi jauh dan jangan pernah kembali!"
Linda terus mengintimidasi. Memberikan perintah yang selalu dipatahkan Rossa. Wajah yang berpoles itu semakin memerah.
"Seorang istri dilarang keluar rumah tanpa izin suami. Jadi, tidak ada alasan bagi saya pergi dan menjauh dari Mas Nelson. Jika tetap dilakukan, maka malaikat akan melaknat perbuatan tersebut. Sebaiknya Anda pergi, sebentar lagi suamiku pulang. Jangan sampai dia mengetahui apa yang telah Nyonya lakukan, atau Anda memang ingin berjumpa dengan Mas Nelson?"
Rossa berusaha tenang dan tak terpancing dengan segala ucapan Linda. Walaupun dada bergemuruh, ia berusaha agar tidak terpengaruh.
Kemarahan Linda memuncak mendengar lontaran aksara Rossa. Matanya menatap tajam dan senyuman sinis tersungging dari bibir. Tanpa bicara, Linda keluar dan berlalu dari hadapan Rossa.
Setelah kepergian Linda, Rossa melipir ke pojokan. Kepala menunduk bertopangkan kedua lutut sembari menyembunyikan wajah yang bercucuran air mata. Cairan bening mengalir dari hidung bangir Rossa. Tangisan lara itu berhenti, menyisakan kenangan pada satu masa.
Lelaki gagah bermata elang itu hampir setiap Minggu menyambangi panti. Tangan yang tidak pernah kosong, dua kantong plastik selalu menjadi alasan utama dan berhasil menjadi rebutan para penghuni panti yang sebagian besar terdiri dari anak-anak.
Rossa pun terusik dan menjauh. Ada udang di balik batu. Laki-laki itu selalu mencuri pandang dan tersenyum, membuat ia deg-degan. Sadar akan jati diri, dan jurang yang menganga lebar.
Rossa selalu menghindar saat Nelson menyambangi panti. Menyadari sang pujaan hati yang tak nyaman, ia pun seperti tak kehabisan akal.
"Assalammualaikum."
Nelson melangkah melewati pintu yang menganga lebar seraya mengucapkan salam. Tak butuh waktu lama, lima orang anak panti menyerbu dan antri menyambut tangan kanannya.
"Waalaikumsalam, Mas Nelson ...." Usai salaman, mereka pun berebut memeluk pinggang Nelson.
"Kalian nggak sekolah?" tanya Nelson sembari menelisik satu persatu wajah mereka.
"Libur, Mas. Kemarin penerimaan Raport," sahut Nisa, gadis kecil berbaju merah.
"Libur, berapa lama?"
"Dua minggu." Gadis itu mengacungkan jari telunjuk dan tengah.
"Mau liburan?" Nelson memberikan penawaran.
"Mau ...," jawab mereka serentak.
"Nilai raportnya bagus nggak?"
"Aku juara satu," sahut Adi.
"Aku peringkat kelima," ucap Yanto
"Good, mau liburan?" tawar Nelson lagi.