Suasana ceria. Beberapa menit sebelum acara khitanan masal dimulai. Seluruh anak-anak peserta tengah dihibur oleh panitia yang bertugas sebagai MC.
“Cuuung!! Di sini siapa yang mau jadi dokter?!”
“Akuuuu..!!Akuuu kak!! Aku kak!!!”
Semangatnya terlihat jelas. Dengan suara keras dan tangan yang mengacung paling tinggi. Spontan ia langsung berdiri. Padahal anak-anak yang lainnya juga ada yang mengacungkan tangannya. Namun tertutup oleh semangat seorang anak laki-laki itu. Terlihat dominan.
Raihan yang juga ikut membantu menertibkan peserta hanya tersenyum-senyum sendiri melihat semangat anak laki-laki itu. Bukan karena lucunya, namun ia memiliki cita-cita yang sama dengannya. Ya, dokter! Mungkin pertanyaan yang sama dan jawaban yang sama pernah dialami oleh kebanyakan anak-anak lainnya. Dimana, setiap alasan yang dilontarkannya cukup umum yaitu; “Ingin menyembuhkan orang sakit.” Tetapi alasan yang dimiliki oleh Raihan berbeda. Pikirannya seakan terseret ke masa lalu…
“Sabar ya Dek, sebentar lagi kita nyampe Puskesmas!” dengan gemetar mulut Raihan menguatkan hati adiknya. Berharap adiknya bisa sedikit menahan rasa sakit di dadanya. Tanpa disadari air mata Raihan pun menetes.
Kejadian itu begitu dalam. Perih rasanya bila dingat-ingat. Angkot yang pada malam itu membawa Fatimah seakan menjadi ruang sempit penuh kecemasan. Sesak napas yang dialami Fatimah begitu mendadak sehingga ibunya dan Raihan harus cepat mengantarkannya ke Puskesmas. Di dekapnya Fatimah kecil oleh hangat ibunya. Raihan berada persis di sampingnya. Penumpang lain di dalam angkot yang sama hanya bisa melihat saja. Kami bertiga terlihat seperti orang yang perlu dikasihani oleh tatapan-tatapan mata penumpang lainnya.
Andai bapak masih hidup, pastinya takan sekuatir ini untuk menghadapi situasinya. Namun inilah ketentuan-Nya. Mau tidak mau, siap tidak siap, Tuhan pasti akan menguji diri kita. Entah itu kapan waktunya, entah itu bersama siapa kita akan menghadapinya. Sendiri atau bersama orang-orang yang kita cintai. Pastinya semua itu adalah cara Tuhan untuk menambah keimanan dan kedewasaan kita, karena sesungguhnya hidup ini hanya diperuntukan bagi orang-orang yang siap bertarung dalam hidup. Dan apabila kita telah tercipta di dunia, tentu Tuhan telah menyiapkan juga senjatanya untuk kita. Ini hanya soal sadar atau tidak sadar. Yang tidak sadar akan merugi dan melemah. Yang sadar akan mendapatkan hikmah dan pelajaran yang menjadikannya semakin kuat.
+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++
Tuhan pasti akan menguji diri kita. Entah itu kapan waktunya, entah itu bersama siapa kita akan menghadapinya. Sendiri atau bersama orang-orang yang kita cintai.
+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++
Sudah hampir lima tahun kejadian itu berlalu. Saat itu Raihan masih duduk di bangku kelas VIII SMP, namun kejadiannya terasa masih melekat di dalam ingatannya. Bahkan dijadikan cambuk bagi Raihan untuk lebih mantap mengejar cita-citanya ‘DOKTER!’.
“Wooii!! Kenapa loe, Han?!” ditepuknya pundak Raihan.
“Eh, Astagfirullah! Nggak papa kok, Reks.”