Isyarat Sabda Cinta

Hanang Ujiantoro Putro
Chapter #15

Hidup Terus Berjalan

Sebisa mungkin Bu Nani menahan air matanya saat memeluk Zidan. Pelukan itu adalah pelukan perpisahan. Kedatangan Bulek Marni dan Pakle Suro ke rumah tempo hari bukan tanpa sebab, bukan hanya silaturahmi biasa. Beberapa bulan sebelumnya, ibu sempat mengirimkan surat kepada bulek di Jakarta. Maksud dari surat itu adalah memberitahukan sekaligus meminta tolong agar mereka mau menerima kehadiran Zidan di Jakarta. Zidan memang ingin melanjutkan sekolah di sana. SMK jurusan RPL (Rekayasa Perangkat Lunak) adalah tujuannya. Ia beranggapan, mungkin hidup dan sekolah di Jakarta akan menjadikan dirinya lebih baik. Begitulah, bayangan yang ada dalam pikirannya. Terlebih, bukan cuma ia saja yang beranggapan begitu. Ia sudah terlalu banyak mendengar cerita dari orang-orang bahwa hidup di Jakarta itu enak. Segalanya serba ada. Apalagi kalo sekolah di sana, sudah pasti sarana dan fasilitasnya sangat bagus dan lebih modern. Beberapa temannya pun ada yang melanjutkan sekolahnya ke Jakarta juga.

“Jaga diri baik-baik ya, Nak. Jangan suka merepotkan bulek. Ibu akan selalu berdoa untuk kebaikan dan kesuksesanmu.”

Pesan seorang ibu terdengar begitu tulus. Mungkin lebih terdengar syahdu dibandingkan lagu-lagu melankolis yang sering diputar di radio. Zidan hanya terdiam manut. Sebuah tas berukuran lumayan besar sudah mulai diangkat ke pundak Pak Toha. Tetangganya yang dulu pernah empat tahun merantau ke Jakarta itu pun besedia untuk mengantarkan Zidan. Bagi keluarga Raihan, Pak Toha sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Ia sudah banyak sekali berjasa pada keluarga ini.

Uang hasil mengajar privat dan mengantar udang, cukup dijadikan bekal Zidan. Rasa sayang Raihan kepada keluarganya memang tak perlu dipertanyakan lagi. Belakangan ini ia lebih giat bekerja, bahkan meminta alamat lebih untuk mengantarkan udang-udang. Upah harianya, selalu ia masukan ke dalam celengan kaleng susu ukuran besar. Dua hari sebelumnya, Raihan dan ibunya sudah membicarakan hal ini. Meskipun awalnya sang ibu tidak mengijinkan itikad Raihan, namun setelah Raihan menjelaskan, barulah ibunya mau mengerti dan mengalah.

“…..Bu, biarkan Raihan belajar untuk bisa bertanggung jawab pada keluarga. Raihan hanya ingin membuat bapak di sana bangga. Kali ini biarlah bekal Zidan pakai uang Raihan. Uang ibu, buat memutar modal jualan dan membeli beras saja.”

***

Memiliki harapan dan cita-cita itu mudah, namun harus ada jalan, tujuan, keberanian dan upaya untuk mewujudkannya. Jika sedari awal kita melibatkan Allah dengan ‘BISMILLAH’ maka Allah akan meridhoi perjuangan kita. Peristiwa-Peristiwa yang terjadi sudah tentu akan ada hikmahnya. Pelajaran amat berharga untuk membentuk pribadi dewasa yang lebih baik lagi. Dalam sekolah kehidupan ini, kita tidak bisa memilih untuk berhenti, kita tidak bisa memilih untuk keluar, apalagi bolos. Hanya upacara kematianlah yang menjadi wisuda akhir dari sekolah kehidupan ini.

Hidup terus berjalan bersama melajunya pacuan waktu. Waktu takan pernah mau peduli dan takan pernah mau tahu, apa yang sudah dan apa yang akan dilakukan oleh kita. Waktu juga boleh menggerogoti usia di setiap harinya, namun satu hal yang Raihan jaga selama ini dengan kuat, adalah keimanannya. Keimanan tidak boleh digerogoti oleh siapapun, termasuk oleh waktu. Iman baginya adalah rumah, di dalamnya hidup sebongkah mimpi dan setitik asa. Tanpa iman, maka dirinya hanyalah seonggok daging busuk tak berharga.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++

Jika sedari awal kita melibatkan Allah dengan ‘BISMILLAH’

maka Allah akan meridhoi perjuangan kita.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++

Kedewasaannya mulai tumbuh seiring kesadaran pola pikirnya yang terasah oleh liku hidup dan kecintaan terhadap sosok Rasululah Shallallahu `alaihi Wa Sallam. Sosok yang juga sering diceritakan oleh almarhum bapaknya sewaktu Raihan masih kecil. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab:21).

Dulu, saat bapaknya masih hidup, begitu banyak kisah-kisah motivasi yang diangkat dari keteladanan Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam. Kisah-kisah yang disampaikannya menjadi isyarat cinta seorang bapak kepada anak-anaknya agar bisa meneladani Rasulullah Shallallahu `alaihi Wa Sallam. Saat memancing bersama, sebelum tidur, bahkan saat menunggu berbuka puasa di teras rumah menjadi terasa sangat mengasyikan apabila bapak sudah mulai bercerita. Di dalamnya terkandung banyak sekali ikhtisar pelajaran, hikmah, inspirasi dan motivasi. Bagaimana kita bisa mengenal lebih jauh tentang arti hidup yang sesungguhnya. Lewat bapaknyalah, Raihan mulai mengenal dan mencintai ‘Kekasih Allah’ tersebut.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++

Waktu takan pernah mau peduli dan takan pernah mau tahu, apa yang sudah dan apa yang akan dilakukan oleh kita.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++



Sabda-sabda yang disampaikannya telah banyak sekali menolong manusia di masa lampau, menuntun manusia di masa sekarang, dan menyelamatkan manusia di masa depan. Bahkan syafaatnya pun mampu memasukan seseorang ke dalam surga, meskipun seseorang tersebut seharusnya dimasukan ke dalam neraka. Itulah hakikat sabda yang penuh dengan cinta, penuh dengan keajaiban, penuh akan nilai dan makna yang diisyaratkan kepada manusia.

Mungkin jika kita hanya mengandalkan bekal amal-amal dunia saja, kita tidak akan pernah cukup dan sampai kepada surga. Karena memang manusia tidak pernah utuh dalam mengumpulkan amal-amal pahalanya. Fitrahnya yang suka berbuat dosa dan khilaf itulah masalahnya. Dan golden ticket-nya hanya ada dua yaitu rahmat Allah dan syafaat Rasulullah.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++

Lihat selengkapnya