Semester enam telah berakhir. Liburan panjang adalah penantian indah yang sudah terbayang oleh kebanyakan mahasiswa. Berbagai macam rencana ke tempat-tempat wisata menjadi alternatif penghilang stress setelah selama satu semester berkutat dengan kuliah dan pretelan-pretelan tugas juga praktiknya. Jika sudah begini, biasanya bukan hanya kampus saja yang terlihat sepi, tetapi lingkungan kos-kosan di daerah Tamansari pun rasanya seperti kuburan yang tak berpenghuni. Pilihan lainnya selain berlibur tentunya adalah pulang kampung. Kembali ke tempat nyaman yang paling dirindukan. Dimana para mahasiswa nantinya sementara bisa bernapas lega.
Ada tiga tipe mahasiswa yang biasanya dilakukan ketika mahasiswa itu pulang ke rumah. Tipe pertama, mahasiswa yang merasa seperti raja. Tipe ini pemanja jika pulang ke rumah. Setiap apa yang diinginkannya pasti diusahakan oleh orang tua, misalnya boleh request menu makanan apa saja yang diinginkan, mencuci , memasak, dan segala kebutuhan pun tidak dilakukan dan dipenuhi sendiri. Semuanya sudah terjamin adanya, tinggal minta saja ke orang tua atau minta tolong ke pembantu. Tipe kedua, mahasiswa yang merasa seperti tamu atau orang asing di rumahnya sendiri. Biasanya mahasiswa tipe ini tidak betah atau kerasan di rumah. Inginnya cepat-cepat kembali ke kota perantauan atau biar tidak kerasa, waktunya kebanyakan digunakan untuk main bersama teman-temannya. Tipe ketiga, mahasiswa yang merasa prihatin. Tipe ini biasanya konsisten pada kebiasaan mandirinya. Membantu ibu memasak dan mencuci, membantu membersihkan dan membereskan rumah juga tugas-tugas lainnya. Apabila berkumpul maka berbagi cerita bersama keluarga adalah hal yang mengasyikan baginya.
Cerita-cerita seperti itu sudah tidak asing lagi diketahui oleh anak-anak rantau. Namun, berbeda dengan Raihan. Meskipun waktu libur telah tiba. Ia harus tetap bekerja dan menjalankan amanahnya di organisasi. Jika dulu Raihan aktif di Himabio, sekarang ia diakselerasikan untuk aktif di BEM FKIP (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) sebagai Ketua Departemen II yang menangani masalah pendidikan, kerohanian, penelitian dan pengembangan. Kebetulan saat itu juga ia dipercaya menjadi Ketua Pelaksana OSPEK. Bersama dengan kakak-kakak tingkatnya ia mengabdi. Memang, Raihan satu tahun lebih muda dibandingkan dengan pengurus BEM lainnya, jika dilihat dari tahun angkatan kuliah.
Meskipun hatinya merindu ia tak merasa gamang. Beberapa hari sebelum liburan, Raihan sudah mengabari ibunya lewat surat bahwa ia tidak bisa pulang kampung. Bagaikan awan mendung yang tidak jadi menurunkan hujan, membiarkan bumi gersang di gundukan pengharapan kerinduan. Hanya isyarat angin saja yang membisik memberi kabar.
***
Soto Babat begitu nikmat jika disantap saat cuaca mendung seperti ini. Tempat makan Pak Tirto nampak ramai dipenuhi oleh para pembeli. Apalagi sekarang sudah masuk waktu siang. Banyak karyawan-karyawan swasta yang sudah menjadi langganan Pak Tirto. Selain terkenal enak, di sini pembeli juga diberi kenyamanan oleh keramahan Pak Tirto yang memang suka bercanda dengan logat jawanya pada semua pembelinya.
“Pak aku pesen sotonya satu tapi sambelnya dipisah ya?” pinta seorang pembeli.
“Kenapa dipisah, Mbak? Apa nanti nggak kangen? Hehehe…” canda Pak Tirto.
“Ih, si bapak..emang soto sama sambel itu pacaran apa?”