Isyarat Sabda Cinta

Hanang Ujiantoro Putro
Chapter #30

Dirundung Asmara

Cacing-cacing di dalam perut berdemo, ingin segera dapat jatah makan. Di dapur mereka sibuk membuat sarapan. Irisan bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah keriting, tomat, dan terasi bakar sudah diracik menjadi bumbu halus. Bumbu halus kemudian dimasukan ke wajan panas yang berisi sedikit minyak goreng. Tak lupa, lengkuas dan daun salam juga dimasukan setelahnya. Tumis hingga bumbu harum. Bau terasi menyerbak di dapur. Baunya amat menyengat, namun bagi pecinta terasi ini adalah keharuman penuh sensasi. Baunya menstimulus otak untuk memproduksi kelenjar saliva lebih banyak.

“Nak, tolong ambilkan kangkungnya!” pinta ibu.

Zaskia mengambilkan kangkung yang sudah dipetik dan dibersihkan. Sedikit demi sedikit ibu memasukannya ke dalam wajan. Ditambahkannya sedikit air dan garam. Tumis kangkung terasi adalah menu makan hari ini.

“Sini Bu, biar Zaskia gantiin!” tawar Zaskia mengaduk kangkung.

“Udah gak usah ibu aja. Kamu tolong buat sambel aja!”

“Iya, Bu,”

Cengek, cabe rawit merah, tomat, terasi, bawang merah yang sudah digoreng dijadikan satu dalam cobek. Ditambah sedikit garam dan gula sebagai pengimbang rasa. Setelah komplit, kemudian bahan diulek.

Di halaman depan. Fatimah menjemur pakaian. Pakaian dirinya, ibunya, dan Zidan yang sudah dicuci menumpuk di ember. Diambilnya satu persatu untuk digantungkan di atas bentangan tali. Jarak antara bentangan tali ke tanah tidak terlalu jauh. Sengaja seperti itu memang dibuatnya, agar tangan Fatimah bisa sampai meraih talinya. Sementara itu, Zidan sedang mandi.

“Mas, udah belum mandinya?” teriak Fatimah di luar, depan pintu kamar mandi. Dirinya sudah menyelesaikan jemurannya.

“Beluumm!! Bentar lagi, Dek!”

“Iiih, lama banget sih? Lagi mandi atau rapat desa?!

“iya, iya..bentar lagi, nanggung ini lagi nabung sekalian!!”

“Huuuuuu!!”

Semuanya sudah beres. Satu persatu makanan dibawa keluar dari dapur. Tumis kangkung terasi pedas, tempe goreng, tahu goreng, ikan asin, sambal terasi, dan lalapan dihidangkan di atas meja makan.

“Asyiikk, baunya saja sudah nikmat. Apalagi rasanya!” kata Fatimah.

“Rasanya pasti klepek-klepek ya, Dek?” sambung Zidan.

“Iya dong! Masakannya siapa dulu!” timpal Zaskia.   

“Yeee,,malah ngobrol. Ayo ambil nasinya! Makan.”

“Siap,Bu!” jawab Fatimah dan Zidan bersamaan.

Suasana keakraban keluarga yang disuguhkan di meja makan semakin menambah nafsu makan mereka. Terutama Zidan. Dengan sangat nikmat ia melahap sarapannya. Sesekali matanya memperhatikan Zaskia. Zaskia tidak sadar diperhatikan oleh Zidan.

“Muanntep tenan iki Bu sambele! puji Zidan. Matanya melirik kepada Zaskia.

“Iyo toh! La kan sing ngeracike Zaskia!” imbuh Ibu.

“Oh, pantesan!!”

Zaskia hanya bisa tersenyum saat dirinya dipuji-puji Zidan dan ibunya.

“Ayo, Imah nambah lagi!” tawar Zaskia kepada Fatimah. Mencoba mengalihkan topik.

Zidan tengah dirundung asmara. Jiwanya merasakan sesuatu yang membuatnya selalu tersenyum sipu sendiri membayangkannya. Apalagi saat melihatnya, langsung jantung terasa berdegup lebih cepat. Hatinya bagaikan padang rumput yang ditumbuhi banyak jenis bunga-bunga dan pepohonan. Kupu-kupu beterbangan di atas mahkota bunga. Beberapa ada yang hinggap di benang sari untuk menghisap nektar yang rasanya manis. Semanis madu. Semanis penggambaran cintanya. Di setiap ranting pohonnya, burung-burung bertengger berpasangan sambil mengeluarkan kicauan merdunya. Burung-burung itu paham tentang kedamaian perasaannya. Di tengah padang rumput ada aliran sungai yang membelahnya. Antara tepi yang satu dengan tepi yang lain disambungkan oleh jembatan kayu menyerupai lengkungan pelangi. Ia melihat ada sosok Zaskia berdiri di atas jembatan itu. Bibirnya tersenyum. Wajahnya menampakan keindahan bidadari surga.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++

Jiwanya merasakan sesuatu yang membuatnya selalu tersenyum sipu sendiri membayangkannya.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++

***

“Mbak, besok siang beres ngajar ada acara ndak?” tanya Fatimah.

“Siang ya? Hmm..kyaknya ndak ada. Emangnya kenapa?” tanya balik Zaskia.

“Gini loh Mbak, Mas Raihan kan minggu depan mau pulang. Nah, aku mau kasih kado.”

“Oh iya ya? Mas Raihan kan minggu depan katanya mau pulang!” pura-pura lupa. Hatinya merasa amat senang. Wajahnya ditampakan biasa saja untuk menutupi rasa senangnya di depan Fatimah.

“Emang Mas Raihan ulang tahun?” kembali dirinya berpura-pura. Seakan tidak tahu tanggal lahir Raihan.

“Loh, ya masih jauh toh! Ulang tahunnya kan 21 Februari! Ndak ada peringatan apa-apa kok. Imah cuma pengen ngasih aja, sebagai tanda ucapan terima kasih karena Mas Raihan waktu itu udah beliin imah mesin jahit.”

“Wah, ide bagus tuh! Oh, Mbak ngerti! Sekarang kamu lagi banyak orderan ya?”

“Hehe..Alhamdulillah, Mbak!”

Keesokan harinya. Fatimah dan Zaskia pergi kota untuk mencarikan baju koko yang bagus untuk Raihan. Beberapa toko sudah dimasuki tetapi baju koko yang dirasa cocok untuk kakaknya belum didapat. Sampai pada akhirnya mereka berdua berhenti di depan sebuah butik pakaian muslim. Dari luar. Di kaca butik itu terlihat sebuah tulisan ‘MAQILA’. Mereka pun masuk. Beberapa koleksi dinilainya cukup bagus. Mereka memilih dan mencari yang dirasa cocok untuk Raihan.

“Fatimah! Kayaknya yang ini cocok deh untuk Mas Raihan!” kata Zaskia.

Dilihatnya baju koko pilihan Zaskia itu. Otaknya langsung menilai.

“Hmm, kyaknya belum deh, Mbak! Mas Raihan itu suka warna biru tua. Fatimah pengen nyari yang warna biru tua.”

Mereka berdua akhirnya mengerucutkan pilihan dengan mencari dan membandingkan beberapa baju koko berwarna biru tua.

Lihat selengkapnya