Isyarat Sabda Cinta

Hanang Ujiantoro Putro
Chapter #32

Panti Asuhan

Pondok Pesantren Dar Al-Tauhid akan mengadakan haul ketujuh puluh. Seperti tahun-tahun sebelumnya. Acara haul pondok ini harus mendatangkan berkah bagi sesama. Sesuai hasil Rapat Dewan Pondok, haul tahun ini akan dilaksanakan di Panti Asuhan Ar-Rahman. Abah Kyayi Ibnu ingin mengundang Raihan sebagai pengisi acara di sana. Semua perlengkapan dan kebutuhan telah disiapkan. Termasuk puluhan bingkisan yang nanti akan dibagikan ke anak-anak yatim piatu.

Para kyayi, ustad, dan santri telah berada di ruang utama. Tempat dimana acara akan berlangsung. Abah Kyayi Ibnu tengah memberikan wejangan kepada seluruh anak-anak panti. Batang hidung Raihan belum nampak di dalam kerumunan para santri. Dirinya memang sebelumnya sudah ijin, ada urusan sebentar dulu yang harus diselesaikan di radio. Maka pagi sekali ia sengaja berangkat dari Bandung menuju Cirebon khusus untuk memenuhi undangan Abah Kyayi Ibnu.

Seorang wanita berjilbab tengah asik bercanda dengan salah satu anak yatim. Wanita berjilbab putih itu sangat ramah. Dirinya adalah salah satu seorang donator tetap di Panti Asuhan Ar-Rahman ini.

“Dina kalo udah gede mau jadi apa?” tanya wanita itu. Senyumnya memberikan keteduhan bagi siapapun yang melihatnya.

“Mau jadi guru tante!” jawabnya penuh semangat.

Wanita keturunan darah Cirebon-Jakarta ini sudah dekat dengan anak-anak panti. Jika ada acara penting di panti ia selalu hadir. Biasanya ia hadir bersama keluarganya. Namun, keluarganya sedang disibukan dengan acara bisnis di Kalimantan. Kini Ia hadir tidak sendiri. Bersama sahabatnya ia berbaur dengan anak-anak panti.

“Ras, kamu di sini dulu ya! Aku mau bantu Bu Imas nyiapin kue di dapur!” tegur wanita berjilbab itu kepada sahabatnya.

“Iya, Oke!” Jempol tangannya diangkat. Ia masih menemani anak-anak panti.

Para kyayi, ustadz dan pengurus pondok duduk di shaf paling depan, shaf kedua juga diisi oleh ustad-ustad lainnya, sejajar dengan pengurus pondok. Di shaf ketiga diisi oleh para santri dan di shaf berikutnya diisi oleh anak-anak panti asuhan. Mereka semua duduk lesehan di atas kain karpet warna hijau. Abah Kyayi Ibnu sudah selesai menyampaikan wejangannya. Kini acara dibawakan oleh MC yaitu Fitrah, Deden, dan Nining.

 Kue-kue kering, kue basah, dan air mineral dalam kemasan gelas telah tersaji. Beberapa pengurus pondok yang tadi sibuk di dapur kini ikut berkumpul di ruang utama.

“Ras, kamu liat Dina nggak?” matanya mencari sosok anak kecil yang dicarinya.

“Ngga tau, Mut! Tadi sih di sana!” tangannya menunjuk ke celah kerumunan anak-anak.

Dirinya mencari Dina. Anak Yatim yang nasibnya tragis. Empat tahun yang lalu, ibu Imas menemukan bayi yang tergeletak di depan panti Asuhannya. Entah bayi siapa itu. Dan motif apa yang dimiliki orang tua kandungnya sehingga tega membuang bayi lucu yang tak berdosa itu. Mutiah masih mencari. Dirinya akan mencari keluar__halaman panti. Baru beberapa meter berjalan, langkahnya terhenti seketika di depan daun pintu. Matanya menemukan Dina di halaman. Rambutnya diusap-usap oleh seorang pemuda yang setengah berjongkok di depan Dina.

“Hey, gadis cantik. Siapa namu kamu?” tanya pemuda berbaju koko biru itu.

“Dina Om!” jawabnya polos. Perhatiannya tercuri oleh pemuda yang kini berjongkok di depannya.

“Oh, Dina. Namanya cantik ya! Kaya orangnya. Cantik! Lucu!” puji pemuda itu. Suaranya ramah, sikapnya terlihat lembut, matanya terpancar rasa kasih sayang yang dalam.

Mutiah yang sedari tadi memperhatikan mereka hanya bisa terdiam di depan daun pintu.

Siapa pemuda itu? Kelihatannya dia orang baik. Kayaknya dia sangat peduli anak-anak. Ketulusannya nampak. Senyumannya menenangkan. Hmm..ganteng juga lagi. Astagfirullah! Kok aku jadi ngelantur gini ya?

Lihat selengkapnya