Isyarat Sabda Cinta

Hanang Ujiantoro Putro
Chapter #35

Hatiku Memilihmu

Raihan, Fatimah, dan Zidan sudah menganggap Zaskia seperti satu bagian dari keluarganya. Wajar jika mereka mengkhawatirkan dirinya yang menghilang tanpa kabar. Sudah seminggu lebih semenjak dirinya pamit, hingga sampai saat ini wajah cantiknya belum terlihat. Awalnya mereka mengira urusannya belum selesai di Jogja. Ternyata setelah Zidan menghubungi nomer penerbit di Jogja malah pihak penerbit memberitahukan bahwa tidak ada pertemuan apapun dengan Zaskia di minggu kemarin. Zidan dan Raihan pun mendatangi kontrakannya, namun orang yang mengisi kontrakan itu bukan Zaskia lagi. Penghuni baru itu pun saat ditanya tentang Zaskia malah tidak tahu menahu. Sama seperti para tetangganya juga. Pak Duloh pemilik kontrakannya kebetulan saat itu sedang ada urusan di luar kota sehingga tidak ada informasi sama sekali tentang Zaskia. Mereka bertiga mencari informasi ke teman-teman terdekatnya, termasuk orang-orang pondok dan guru-guru TK tempat dimana Zaskia bekerja. Malah guru di sana mengatakan bahwa seminggu yang lalu Zaskia sudah resaign dari tempatnya mengajar. Mereka bertiga semakin kuatir.

***

Niatnya berpindah kontrakan untuk melupakan Raihan. Belajar mengikhlaskan. Menata hidup baru. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini ia belum bisa mengikhlaskan Raihan.

Masa lalu memang bisa dilupakan tapi tidak bisa dihapus. Untuk mengikhlaskan perlu pengorbanan hati. Selama ini hatinya sudah terlalu banyak berkorban, malah mungkin bisa dikatakan sudah mati. Hatinya mati, sehingga ia tidak bisa merasakan bahwa cinta Allah masih memeluk hatinya. Pelukan-Nya mengeratkan setiap retakan-retakan hati agar tidak roboh.

Pikirannya pun kusut dan berantakan. Sama seperti keadaan kamarnya saat ini. Sudah beberapa hari ini ia lebih memilih mengurung diri. Jika sudah begini, tentu setan akan sangat mudah membisikan hal-hal yang menjerumuskannya. Gamang. Beban pikirannya terasa berat hingga menjalar ke seluruh anggota badan. Ia merasa lemas. Tak bertenaga. Nafsu makannya berkurang. Entah sudah berapa kali ia melalaikan shalatnya. Semakin hari tubuhnya pun semakin tidak bisa diajak kompromi. Kondisi kesehatannya memburuk.

Zidan masih belum menyerah untuk mencari keberadaan Zaskia. Ini sudah ketiga kalinya ia mendatangi rumah Pak Duloh, pemilik kontrakan Zaskia yang dulu. Ia berharap Pak Duloh sudah tiba di rumah. Harapan tak sesuai dengan kenyataan. Dirinya kembali harus kembali berjalan memunggungi pintu rumah Pak Duloh yang tertutup. Sepi.

Terik membakar kerongkongan. Ia menuju sebuah warung yang ada di seberang jalan untuk sekedar membasahi lapisan kerongkongannya yang kering. Ia duduk di amben panjang yang terbuat dari susunan bambu. Dilihatnya ada dua orang lelaki yang terlebih dulu duduk di kursi itu.

Ibu pemilik warung pun membawa dua gelas es kelapa. Diberikannya gelas itu kepada pembeli yang sudah menunggu dari tadi sebelum Zidan.

“Ini Pak Duloh Esnya! Maaf agak lama tadi ngerok kelapa dulu,” kata ibu pemilik warung.

Duloh? gumamnya dalam hati. Zidan langsung teringat dengan orang yang dicarinya. Persis seperti nama pemilik kontrakan yang baru saja ia datangi.

“Maaf Pak! Bapak ini Pak Duloh, pemilik kontrakan yang ada di seberang jalan sana bukan ya?” tanya Zidan. Mencari jawaban dari rasa penasarannya.

“Iya,Mas. Saya Pak Duloh pemilik kontrakan di seberang sana. Mas lagi cari kontrakan?”

 Alhamdulillah! “Nggak Pak. Saya mau tanya tentang Zaskia. Wanita yang kemarin pernah ngontrak di kontrakan bapak!” timpalnya. Ia senang bukan main saat orang yang dianggap mengetahui keberadaan Zaskia ternyata ada di depan matanya.

“Zaskia? Bentar-bentar. Maksudnya Zaskia guru TK Al Ma’arif?” Pak Duloh coba mengingat-ingat. Memastikan nama yang disebut adalah orang yang sama menurut perkiraannya.

“Iya Pak! Betul! Apa bapak tahu sekarang dia pindah kemana?”

“Wah, kalo alamatnya kurang tau Mas. Tapi kalo kampungnya bapak tahu.”

Akhirnya setelah beberapa hari mencari, sekarang ia bisa mengetahui keberadaan Zaskia. Meskipun informasi yang diberikan bukanlah alamat yang spesifik. Setidaknya, titik terang mulai terlihat. Kampung yang dimaksud oleh Pak Duloh juga Zidan mengetahuinya. Karena memang dulu saat masih SMP ia sering main ke rumah temannya yang ada di sana. Tanpa berlama-lama ia langsung pergi meninggalkan warung itu.

Bismillah! Ya Allah semoga hari ini aku bisa bertemu dengan Zaskia! Doanya dalam hati.

“Maaas!!! kemanaaa? Jadi ndak mesennyaa?!!” teriak ibu warung, melihat punggung Zidan yang sudah berjarak lima meter meninggalkan warung.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++

Masa lalu memang bisa dilupakan tapi tidak bisa dihapus.

+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++===+++

***

Lihat selengkapnya