Cleve duduk di bangku taman belakang villa keluarga Rahardian yang ada di puncak. Dua hari sebelum keberangkatan Aarline ke London, dia mengajak Aarline dan sahabat-sahabatnya; Miko juga Jeremy, menginap satu malam di sana.
Rencana awal ke puncak akhir bulan, dipercepat karena Aarline harus kembali lagi ke London. Pemuda itu tak pernah menyangka kebersamaan mereka hanya sebentar. Waktu satu tahun terasa begitu cepat berlalu, sehingga ia masih belum rela berpisah dengan gadis yang disukainya sejak kecil tersebut.
“Dua hari lagi Aarline balik ke London, Cleve,” cetus Miko menyentakkan lamunan sahabatnya.
Netra hijau gelap Cleve bergerak melihat pemuda yang mirip dengan Vincent itu. Pendaran cahaya kuning lampu taman, hanya menerangi sebagian wajah Miko. Terdengar helaan napas berat sebelum menanggapinya.
“Trus kenapa?”
“Lo nggak ada niat ungkapkan perasaan sama dia?” tanya Miko hati-hati karena Jeremy juga ada di sana. Pria berkacamata tersebut sedang berbincang dengan Aarline dan Ceria di ujung taman.
Miko tahu Jeremy juga menyukai Aarline. Hingga saat ini sahabatnya tersebut belum tahu kalau Cleve menaruh rasa kepada sepupunya sendiri.
Bahu Cleve bergerak naik sebentar. Dia kembali menghela udara segar puncak yang terasa begitu sejuk.
“Nggak berani gue, Mik.”
Pemuda bertubuh kurus itu menepuk pelan bahu Cleve yang tergolong bidang. “Ungkapkan sekarang atau lo nyesel seumur hidup. Mau kayak Rangga yang baru akui perasaannya sama Cinta saat detik-detik menjelang ke Amrik?”
Miko bernostalgia dengan film lawas yang pernah booming jauh sebelum dirinya lahir.
“Jadi beneran Oppa Cleve suka sama Aarline?” Tiba-tiba Sissy sudah berdiri di samping kedua pemuda tersebut.
“Astaga! Ngagetin aja nih anak,” celetuk Miko dengan wajah mengerucut.
“Reaksinya kok gitu sih, Oppa? Kayak lihat gwisin (hantu) aja,” protes Sissy memberengut.
“Habis datang-datang kayak jelangkung, tanpa dijemput dan tanpa suara udah berdiri aja di sini.” Miko mengusap tengkuk yang mulai merinding.
Cleve menggeleng kepala melihat Tom dan Jerry yang selalu bertengkar ketika bertemu.
“Kalian jadian aja kenapa sih? Lucu tahu lihat kalian berantem,” ledek Cleve menahan tawa.
“Lo duluan.”
“Oppa duluan,” ucap Miko dan Sissy bersamaan.
“Tuh ‘kan kompak banget.”
Miko dan Sissy saling berbagi tatapan malas. Dua detik kemudian sama-sama menggeleng cepat.
“Tebakanku benar, ‘kan?” ulang Sissy kembali, setelah hening beberapa saat.
Cleve menoleh sebentar melihat gadis berparas oriental tersebut. “Kelihatan ya?”
“Banget,” sahut Miko dan Sissy serentak lagi.
“Tuh ‘kan. Jadian aja gih,” goda Cleve usil.
“Jangan mengalihkan pembicaraan deh, Oppa.” Sissy menyipitkan mata yang sudah sipit. “Kelihatan banget. Aarline aja yang nggak peka.”
“Udah sih, Cleve. Ungkapkan sekarang atau lo nyesel seumur hidup.” Miko menyemangati.
“Kalau nanti Aarline nggak kembali hingga ratusan purnama gimana?” canda Cleve membayangkan Rangga yang tidak memberi kabar kepada Cinta setelah ratusan purnama berlalu.
Miko menarik napas singkat, bersiap memberi protes.
“Emangnya Oppa dan Aarline kayak Rangga dan Cinta yang nggak punya hubungan darah apa? Pasti ada kabar dan bakalan ketemu lagi dong. Oppa bisa ke London juga pas liburan. Nanti kita sama-sama ke sana,” cecar Sissy mulai kesal melihat sikap Cleve yang dinilai tidak gentle.
“Nice idea.” Miko setuju dengan ucapan Sissy. “Kali aja gue bisa dapat cewek bule juga di sana, Celve.”