Shofiya duduk di samping pohon besar yang ada di tengah sekolah. Matanya sedari tadi menghadap buku tebal yang berjudul ‘Ensiklopedia Musik Klasik’. Ketertarikannya akan musik memang sudah dimulai ketika ia masih duduk di bangku SD. Beberapa alat musik sederhanapun sering ia mainkan seperti seruling, harmonika, pianika, bahkan angklung. Tak heran, ketika ada kesempatan untuk berlatih piano, Shofia dengan sangat mudah mempelajarinya. Shofiya adalah putri sulung dari keluarga Pak Adam dan Bu Fatma. Sebuah keluarga sederhana yang demokratis dan selalu menanamkan ajaran agama. Sejak kecil Shofiya sudah diajarkan untuk berjilbab dan Shofiya merasa bangga dengan jilbab yang ia kenakan. Jilbab itulah yang melindunginya, menuntunnya untuk selalu berlaku taat dalam rangka menjalankan perintah Tuhannya, dan menjauhi larangan-Nya.
Berbagai pandangan dari para sahabatnya tentang berjilbab sering ia dengar mulai dari yang pro dan yang kontra. Ada yang bilang, berjilbab hanya akan mematikan kreatifitas dan membuat semuanya serba terbatas. Tapi ternyata, hingga saat ini Shofiya telah mampu membuktikan pada teman-temannya jika dengan berjilbab pun ia masih bisa berkarya. Tulisan-tulisan Shofiya yang berupa cerpen dan puisi beberapa sudah diterbitkan di media masa. Ia juga aktif di organisasi sekolah dan saat ini ia sedang berusaha mewujudkan keinginannya untuk membukukan karya-karyanya.
Di tengah keseriusannya membaca buku, tiba-tiba dari arah belakang seseorang mengagetkannya dengan menutup matanya. Shofiya agak sedikit kesal, tapi ia tahu jika hal itu pasti ulah jail temannya yang bernama Veni. Bau parfumnya begitu menyengat dan sangat mudah dikenali.
“Veni, apa-apaan sih?,” ucap Shofiya menebak.
Veni cekikikan dan tak bisa menahan hasratnya untuk tertawa. Tawanyapun meledak dan dengan rasa kecewanya ia berucap, “Yah, aku tertebak.”
“Bagaimana mungkin aku nggak tau kamu. Parfummu itu tak ada yang menandingi,” ucap Shofiya pada Veni.
“Ih, Shofiya gitu deh.”
“Emang kenyataannya begitu. Padahal nggak boleh loh memakai parfum dengan bau yang menyengat seperti itu.”
“Lah kenapa?,” tanya Veni.
“Bisa menarik perhatian. Khususnya perhatian laki-laki.”
"Wah, bagus dong. Aku jadi cepet punya cowo,” ucap Veni sambil tersenyum-senyum.
“Yee, iya kalo cowonya baik. Kalo nggak?.”
“Hehe, ya berdoa biar dapet cowo yang baik,” jawab Veni sambil tertawa.
Veni adalah sahabat baik Shofiya. Dua tahun ini mereka selalu berada di kelas yang sama dan tempat duduk yang berdampingan. Walaupun bersahabat dekat, keduanya mempunyai sifat yang berbeda. Veni dengan gaya khasnya yang agak centil dan menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan kecantikan dan fashion. Sementara Shofiya yang lebih suka musik dan membaca buku. Dari perbedaan itu tak lantas membuat persahabatan keduanya terganggu, tapi justru keduanya sama-sama saling mengisi.
Veni duduk di samping Shofiya. Ia melihat Shofiya yang masih memandang tulisan dan beberapa gambar yang ada di buku. Beberapa saat mereka terdiam, hingga kemudian Veni memulai pembicaraan.
“Shof, sebentar lagi kan valentine. Kamu ngrasa nggak kalau kita ini remaja yang kesepian. Nggak punya pasangan, nggak ada yang perhatian dan yang paling parah adalah nggak ada yang bisa kita kasih coklat di hari valentine,” curhat Veni.
“Nggak tuh, biasa aja. Lagian hari gini masih mikirin hari valentine. Emang kamu nggak baca artikel yang dibuat oleh anak-anak rohis dan di pajang di mading sekolah?” Shofiya menanggapi sambil pandangannya tetap tertuju pada buku Ensiklopedi Musik.
Dengan senyum khasnya Veni menjawab, “Nggak Shof. Kamu kan tau aku nggak suka baca begituan.”
Shofiya memaksakan senyumnya, ia sangat tahu jika temannya sangat ingin segera mendapatkan pacar idaman. Seolah-olah, hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga. Layaknya lagu dangdut yang dinyanyikan Rhoma Irama.
“Mungkin, kamu harus banyak baca quran, buku, surat kabar, majalah atau sekedar berita ringan yang ada di Internet Ven! Supaya fikiran kamu bisa teralihkan dari pacaran,” usul Sofiya.
“Yah Sof, daripada baca yang begituan mending lihat katalog baju-baju baru yang sekarang lagi trend atau lihat berita-berita tentang artis korea yang lagi nge-hits, kayaknya lebih seru deh. Lagian dampak negatif pacaran itu bisa diatasi kalau kita bisa menjaga diri. Apa kamu nggak ingin punya pacar juga kaya si Juwita anak club drama itu? Coba deh kamu perhatikan, dia itu kayaknya seneng tiap hari. Berangkat dan pulang sekolah ada yang nganterin, bahkan ketika smart phonenya ilang kemarin itu, ia malah dibelikan smart phone baru sama pacarnya.”
Kali ini Shofiya mendengarkan pendapat Veni dengan seksama. Ia tak ingin meneruskan perdebatan dengan sahabatnya yang satu ini. Kalau pembicaraan itu diteruskan, ia takut hanya akan menjadi debat kusir yang tak ada ujung dan manfaatnya.
Sebagai remaja normal, ia faham dengan keinginan Veni untuk berpacaran. Tapi, Shofiya selalu ingat pesan ummi-nya agar ia bisa menjaga diri dari pergaulan lawan jenis.