Malam itu gerimis turun, menyejukkan bumi yang sedari tadi memanas. Allah memang luar biasa. Dia telah menurunkan dari langit air hujan dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang mendengarkan pelajaran.
Shofia membuka jendela kamarnya, aroma tanah basah menyegarkan fikirannya. Tumbuhan-tumbuhan yang ada di samping rumahnya terlihat segar dengan air yang membasahinya. Tiupan angin kecil membuat pohon seolah ikut menari mengiringinya.
Dalam kesendiriannya, Shofia jadi teringat dengan mimpinya, menjadi novelis terkenal.
“Astaghfirullahhal’adziim,” gumamnya pelan.
Seketika Shofia merasa tak pantas berpanjang angan. Baginya terlalu banyak berhayal hanya bisa merusak hatinya. Shofia beranjak dari tempat ia berdiri dengan terlebih dahulu menutup jendela kamarnya. Ia berjalan ke arah meja belajarnya.
Shofiya duduk di kursi yang ada di depan meja belajar. Di hadapannya nampak sebuah laptop yang sudah satu minggu ini jarang ia buka dan beberapa tumpukan buku pelajaran. Di tembok depan tempat ia duduk, ada sebuah white board kecil tempat ia menempelkan catatan penting dan selembar kertas berisi peta masa depannya.
Shofia mengamati beberapa tulisan yang ia buat satu tahun yang lalu. Tulisan tentang target-target yang harus ia capai. Ada target jangka pendek dan target jangka panjang. Beberapa target telah berhasil ia capai, tapi beberapa lagi belum bisa di capai. Shofiya melihat peta satu tahun ke depan. Ia teliti dan kalkulasi dengan seksama antara target dan cara pencapaiannya. Ternyata, ada satu target yang masih mengganjal. Yaitu, menjadi novelis. Beberapa kali Shofiya mencoba membuat novel, tapi selalu gagal.
Ketika sedang asik memikirkan target baru untuk masa depannya, Handphone-Shofiya berbunyi. Sebuah pesan watshap dari Veni dengan segera ia baca.
Shof, besok sudah hari valentine. Kamu sudah tau mau memberikan coklat pada siapa?. Besok aku ingin memberikan coklat pada Kak Reza. Minta doanya ya, semoga dia tahu perasaanku dan mau menjadikan aku pacarnya.
Pesan watshap dari Veni dibalasnya,
Kamu sudah fikirkan baik-baik keputusan kamu Ven? Tidak selamanya pacaran itu bisa bikin bahagia. Kapan waktunya, pasti setiap hubungan akan mengalami masa sulit. Belum lagi pacaran itu identik dengan hal-hal negatif seperti berpandangan, pegangan tangan, dan hal lain yang bisa mengakibatkan fitnah hati.
Veni membalas,
Veni bisa menjaga diri ko Shof. Shofiya jangan khawatir yah. Ni, aku sudah beli coklat juga buat Shofiya. Besok aku kasih Shofiya. Oh ya, emang Shofiya nggak pengin pacaran ya?
Shofiya membalas,
Belum ingin Ven. Mungkin tidak sebelum nanti menikah.
Malam itu beberapa hal singgah dalam otaknya. Sebagai remaja normal, ia juga ingin seperti teman-temannya yang mudah dekat dengan lawan jenis. Namun, prinsipnya mengajaknya untuk teguh pada pendirian dalam rangka menjaga diri dari hal-hal yang tidak diinginkan. Suara hujan yang lebat seolah tak terdengar lagi di telinganya. Shofiya menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, memandang langit-langit yang berwarna coklat. Fikirannya mulai melayang, matanya semakin berat untuk membuka hingga kemudian, ia pun terbuai di alam mimpi.
***
Pagi menjelang. Sinar mentari terasa hangat membelai tubuh yang semalam kedinginan karena hujan lebat. Anak-anak sekolah berseragam putih abu-abu berangkat ke sekolah dengan riang . Beberapa diantaranya membawa coklat dan hadiah untuk orang yang dicintainya.
Kebiasaan remaja zaman sekarang, hari kasih sayang identik dengan mengasihi pasangan lawan jenisnya. Uang saku dari orang tua dikorbankan untuk memberi hadiah pada pasangan yang bukan mahromnya. Shofiya hanya bisa berharap agar teman-temannya bukan hanya peduli pada pacarnya, tapi juga peduli pada saudara atau orang tuanya dan mengasihi orang-orang di sekelilingnya.
Pagi ini Veni nampak berbinar. Cahaya kebahagiaan tampak terpancar dari wajah putihnya. Ia masuk ke kelas dan langsung memeluk Shofiya yang sedari tadi sedang asyik membaca buku di tempat duduknya.
“Shof, sekarang aku sudah punya pacar,” ucap Veni riang.