Di sebuah tempat kosong dengan dinding-dinding yang sudah rusak, kabel-kabel yang terjuntai keluar, beberapa barang yang berserakan, kotor dan berdebu—Aroma tidak sedap karena tempat itu sudah lama tidak di tinggal tercium hingga membuat indra penciuman sedikit terganggu.
Terlihat dua orang tengah berdiri bersisi tegang, salah satunya adalah laki-laki berbadan besar dan berotot, terlihat berumur dengan menggenakan kaos hitam tak berlengan, dirinya terlihat lumayan santai tidak ada rasa takut.
Berbeda dengan yang satunya lagi, gadis remaja 17 tahun, dirinya terlihat serius, memicingkan mata, menatap tajam laki-laki itu, deru napasnya terdengar cepat, ia terlihat kelelahan, tubuhnya bahkan bermandi keringat bercampur debu, oli dan darah. Kedua tangannya masih setia terkepal menahan gejolak amarah, beberapa memar dan sayatan di badannya sudah terukir bagai tatto, itulah sedikit hadiah perpisahan yang dia dapat ketika beberapa saat yang lalu ia berhasil menumbangkan 10 orang lawannya.
Masing-masing pasukan kedua orang tersebut, bersembunyi di balik tempat persembunyian mereka di antara beberapa barang besar yang berada di sana, dengan area depan milik laki-laki itu dan area belakang milik gadis 17 tahun itu—kedua pasukan lawan siap dengan senjata pistol yang sudah di isi peluru, mereka akan segera menarik pelatuk jika salah satu lawan menyerang ketua mereka.
Ngingg
Sebuah gelombang bunyi masuk dan menggetarkan telinga gadis itu yang sudah terpasang alat komunikasi yang terbilang cukup kecil dengan warna yang hampir transparan.
"Ulur waktu, berbicaralah dengannya sampai kita menemukan Joy," Ucap sebuah suara yang terdengar dari alat komunikasi yang terpasang di telinga Aresha, iya itulah dia.
Aresha menerima pesan itu dia paham dan akhirnya mulai berbasa-basi untuk mengulur waktu.
"Apa yang lo mau? Tas Hermes Birkin yang di taburi 2000 berlian?" tanya Aresha dengan memulai topik pembicaraan yang menarik.
"Sepatu Nike Air Yeezy?"
"Uang 100 milyar?"
"Atau perlu gue kasih matahari sekalian buat lo?"
Hades, itulah nama laki-laki, yang sudah melakukan penculikan pada Joy, adik Aresha.
Hades hanya mendengar sang pembicara sambil memamerkan deretan giginya, berdiri di depan Aresha dengan sebuah balok kayu yang di genggam erat di tangan kanannya.
"Kenapa ketawa? Lo gak percaya? Gue gak lagi bercanda, jika itu mau lo, gue tinggal bikin sertifikatnya, hanya masalah waktu, itu pun tak lama, setelah sertifikat dibuat, lo bisa jadi pemilik sahnya," jelas Aresha terlihat begitu menyakinkan.
"Gimana? Bukankah ini penawaran yang menarik buat lo?" tanya Aresha lagi dengan salah satu keningnya yang tertarik ke atas.
Hades menggelengkan kepala mendengar satu per satu kata yang keluar dari mulut Aresha, tawanya makin pecah, ia menganggap ucapan Aresha tadi begitu lucu. Memberikan matahari? Terlihat begitu mewah dan menggiurkan, tapi dia tidak sebodoh itu menerima tawaran yang tidak masuk akal.
"Ternyata gak salah pilih gue cari sasaran, keluarga kaya raya yang siap menawarkan apapun demi kembalinya anak kecil mereka,"
"Tapi juga antara bodoh dan bego, atau mungkin sudah gila, mengirimkan cewek remaja kesini, untuk membuat kesepakatan sama gue, lo tau? Melihat lo suatu pemikiran cemerlang terbesit di pikiran gue," Hades menahan ucapan selanjutnya.
Hades mengitari tubuh Aresha, ia menahan emosi sudah sejak tadi, berkat pikirannya yang masih jernih untuk mendapatkan lokasi dimana adiknya berada dia mengurungkan niat untuk menghajar habis-habisan cowok brengsek di depannya itu.
"Lo cewek yang cantik juga ternyata, gimana kalau jadi istri gua aja sekalian?"
Aresha langsung memicingkan kedua matanya menatap Hades akibat ucapannya barusan.
"Hahaha, santai, gak usah natap gue sampai segitunya juga, daripada kita berstatus antara cewek sok berkedok heri dan si penculik, mending kita ganti status kita jadi keluarga, sekiranya penawaran tadi bisa jadi mahar kita nanti sayang," goda Hades.
Tangannya yang bercampur darah dan tanah langsung diletakkan di dagu Aresha, menggerakan wajahnya untuk melihat berbagai sisi wajah Aresha, walaupun tertutup kotor, kecantikan Aresha tidak bisa disembunyikan.
Aresha yang mendengar Hades memanggilnya 'Sayang' dan tangan kotornya yang bertengger di dagu, Aresha meremas kuat kedua lengan tangannya.
"Jangan terbawa emosi, dia cuman memancing, tahan, sebentar lagi ini semua bakal berakhir," suara dari alat komunikasinya kembali terdengar.
"Terlihat sepertinya lo nolak, gamau nikah sama gue, betulkah?"
"Iyalah, orang gila sekalipun takkan mau menikah sama om-om yang sudah berumur, dan juga berkepribadian brengsek seperti lo," batin Aresha, ia menajamkan mata ke Hades untuk mengirim pesan batinnya lewat Indra penglihatan.