Danin memasuki laboratorium, lalu mendekati sekumpulan praktikan yang telah mengerumuni meja panjang di sebelah kiri. Senyum canggung menghiasi wajah gadis itu saat Haya sesekali menyikut, bahkan dengan gamblang Haya berbisik menggodanya.
Tidak ingin menjadi pusat perhatian, Danin membalasnya dengan bisikan. Dia berharap agar Haya menghentikan godaannya sebelum semua yang ada di dalam laboratorium memperhatikannya.
Tepat di seberang meja panjang, Abimanyu berdeham berulang. Suasana di dalam pun tidak terdengar ingar bingar; Haya tidak lagi melanjutkan kekonyolan, begitu pun dengan semua praktikan yang turut menghentikan segala obrolan.
Danin menelan saliva dengan susah payah. Kerongkongannya mendadak kering, padahal sebelum masuk ke laboratorium dia banyak meminum air. Gadis itu tampak lebih gugup, bahkan keringat di dahinya tiba-tiba mengucur bersama datangnya hawa dingin di setiap jemarinya.
Danin kira pertemuan dengan Abimanyu di acara Malam Keakraban karena ketidaksengajaan. Namun, sepertinya takdir telah mempersiapkan guratannya. Dia yakin segala hal terkait Abimanyu bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, tetapi besar kemungkinan peran takdirlah yang jauh-jauh hari sudah tertulis untuk kehidupannya.
Keraguan amat mendominasi Danin saat ini. Dirinya kerap kali dilanda kebingungan, bagaimana caranya berinteraksi dengan Abimanyu lagi? Dan apakah stok kesabarannya mencukupi sampai praktikum semester ini berakhir?
Danin tidak habis pikir, dari sekian banyak orang di angkatan 48, kenapa harus Abimanyu yang menjadi asisten praktikum? Dari luasnya bumi, kenapa harus bertemu kembali dengan Abimanyu di sini? Danin sangat yakin bahwa bumi tidak selebar daun kelor, tetapi kenapa takdir justru menuntunnya kembali kepada sosok Abimanyu? Makhluk yang tidak akan puas untuk mengolok-oloknya.
Setelah Zia dan Abimanyu--sebagai asprak--menjelaskan peraturan permainan sebelum praktikum dimulai, akhirnya semua praktikan menempati meja sesuai nomor urut yang didapat.
"Lo masih punya utang cerita sama gue, Nin," bisik Haya sebelum menjauhi Danin menuju meja sebelah kanan.
Sementara itu, Danin pura-pura tidak mendengarnya, lalu menempati meja yang sudah terisi empat orang praktikan.
[Aku adalah tumbuhan yang berimpang dan biasanya dijadikan sebagai rempah-rempah. Aku memiliki rasa dominan pedas karena Zingeron dan familiku adalah Zingiberaceae. Siapakah aku?]
Setelah membaca tulisan pada secarik kertas yang tertempel di meja, Danin menuliskan jawabannya.
Zia--sebagai time keeper dalam permainan--membunyikan bel sebagai pertanda bahwa para praktikan segera berganti meja.
Sepanjang permainan, senyum di wajah Danin mengembang tanpa jeda. Dia sangat yakin, jawabannya akan mendapat nilai sempurna sebab bumbu-bumbu itu sudah menjadi temannya di masa lalu.
Zia memunguti semua lembar jawaban para praktikan kemudian menilainya satu per satu. Sementara itu, Abimanyu menyebut kembali pembagian kelompok yang sepekan lalu tertempel di mading.
"Kafi, Haya, Lulu, Indra dan Tik ...," panggil Abimanyu menahan tawa, "maksud gue, Danin Mustika di kelompok 5."
Kegaduhan yang sempat tercipta oleh para praktikan, mendadak kembali hening kemudian semua orang yang berada dalam ruangan memandangi Abimanyu dan Danin bergantian. Danin hanya mampu menunduk; menyembunyikan nestapa, tanpa tahu bagaimana menunjukkan setitik perlawanan yang bersarang di lubuk hatinya.
"Congratulations, Kafi dan Danin! Nilai dari permainan tadi sempurna," ucap Zia memecah keheningan suasana, "ambil hadiahnya di sini!"