The Story Of Ivy

Hapsari A.M
Chapter #5

Suara itu menganggu

POV Mirai

Hari ini sama seperti biasanya, aku bangun dengan lesu karena tidak bisa tidur. “Mirai bangun! Kamu mau tidur sampai jam berapa!” terdengar suara melengking dari bawah. “Iya! Aku tahu gak usah teriak bisa kan!” teriakku lagi. Aku langsung menuju kamar mandi untuk bersiap.

Tidak butuh waktu lama untuk menyiapkan fisikku yang lama itu menyiapkan hati. Aku menuruni tangga dengan pelan, “cepat jangan lama” aku berusaha untuk tidak menghiraukan suara mama, ah masih bisakah dia kusebut sebagai ‘mama’ aku tak peduli. “Siapa yang memintamu melamun?” aku memandangnya datar dan langsung duduk.

“Jangan menatap seperti itu Mirai” aku menegakkan kepalaku. “Kenapa kalian mau memaksakan kehendak kalian lagi? Aku sudah tidak peduli dengan kalian jadi tidak usah pedulikan aku” ujarku sambil berdiri dan berlari keluar.

“Hei cepat sekali kamu keluar, aku belum sempat memanggilmu tadi” ujar Luki dengan nada riangnya. “Memangnya, kapan terakhir kali kamu memanggilku keluar rumah? Selalu aku yang menghampirimu” ujarku ketus.

“Mirai, tidak bisakah kamu kembali, ini bukan kamu”

“Apa aku pernah bilang kalau ini memang bukan aku? Kamu bilang kamu akan terus percaya denganku. Tidak perlu membahas masa lalu ayo pergi, tidak ada lagi pembicaraan diantaraa kami berdua. Tidak lama, halte bis sudah ada di depan mata. Tidak perlu waktu lama juga bis jurusan kami sudah datang, dengan cepat kami mengambil tempat duduk.

“Nanti tolong bangunkan aku ya” ujarku sambil memejamkan mata. Perlahan tapi pasti suara bising kendaraan mulai hilang dari indra pendengaranku digantikan dengan suara-suara pelan.

“Siapa kalian?” aku mendengar suara anak kecil tapi aku tidak bisa melihat, siapa anak itu. “Ma, ada yang minta tolong” suara yang sama. “Pa, ada yang minta tolong disana kita tolong ya” suara yang sama lagi, tidak ada suara lain yang kudengar. “hu...hu...mama dan papa jahat, aku kan cuma mau menolong. Aku tidak gila hu...hu...”dadaku terasa sesak mendengar tangisnya. Sudah cukup aku mau bangun, kepingan masa lalu ini terlalu menyakitkan untuk diingat. “Pergi kalian! Kalian mengganggu!” teriakan itu terus menggema.

“Mirai bangun,hei! apa yang terjadi?” suara Luki terdengar, dengan cepat aku membuka mata. “Hah!” nafasku terasa berat, “sudah, ada aku ya kamu tenang” ujarnya sambil menatap mataku. “Aku aneh ya?” ujarku pelan, “enggak kamu spesial” ujarnya. Itu yang selalu dikatakannya ketika aku bertanya seperti itu.

Selama ini aku sering mendengar suara-suara yang meminta tolong. Awalnya aku terus-menerus memberitahu kepada kedua orang tuaku tapi selama itu juga mereka hanya memaksa aku untuk menemui psikiater andalan mereka. Terkadang aku menangis keras pada tengah malam atau disaat kami pergi ke sebuah acara.

Lihat selengkapnya