POV Castie
Sudah 3 bulan kami bersekolah disini dan juga mencari tahu tentang misteri ini. Kami berdua atau lebih tepatnya 75% aku dan sisanya Corry untuk membujuk gadis kulkas itu. Kami juga secara bergiliran membaca buku tua itu, selama kami membacanya tidak ada tanda-tanda yang aneh dari buku tersebut. Aku hampir menyerah baik dalam menarik gadis itu ataupun mencari tahu tentang buku tersebut.
Tapi semua itu sirna hanya karena satu mimpi yang baru kualami tadi malam. Memang bukan ibu yang datang dalam mimpiku, tapi seorang wanita dengan paras yang sangat mempesona. Wajahnya yang bersih menandakan kalau dia berasal dari kalangan atas. Pakaian yang ia pakai sangat berbeda dengan gaya saat ini tetapi cocok dengan gaya berpakaian ala kerajaan. Satu tanda yang sangat mencolok darinya adalah kepalanya yang memakai tiara yang berkilau entah darimana tapi pikiranku menyatakan bahwa kilau tiara itu berasal dari berlian.
Dia menatapku dengan pandangan yang sulit ku artikan, sorotnya memancarkan berbagai emosi. Kami tidak saling bertukar kata, perlahan aku mencoba untuk membuka percakapan.
“Siapa kamu?
Dia tetap mengunci mulutnya
“Kenapa kamu mendatangiku?”
Dia tidak menjawab tapi menunjuk ke arah utara. Aku membalik tubuhku dan melihat betapa hancurnya rakyat yang ada disana. Aku segera berbalik lagi dan menatap matanya yang sudah penuh dengan air mata. Kakiku melangkah dengan sendirinya menuju wanita itu.
Dengan jarak yang sangat dekat bahkan aku bisa merasakan hawa yang ada disekitarnya air mata itu perlahan tumpah. Tanganku tergerak menghapus buliran itu dari wajah nan elok itu. “Jangan menangis, berbicaralah padaku” ujarku dengan lembut.
“Datanglah kemari, kami sangat membutuhkan kalian” ujarnya lirih. belum sempat membalas perkataannya, dengan cepat diriku terseret keluar dari sana. Dengan wajah yang berlinang air mata aku segera membasuh diriku dan menyiapkan segala perlengkapan ku.
Aku turun, menemukan papa dan kakak yang sudah duduk tenang disana. “Pagi pa, kak!” sapaku dengan seragam lengkap. “Pagi sayang” ujar papa lalu mencium pipiku. “Baru saja aku ingin naik” ujar Kak Ren dengan senyum simpulnya. Aku terkekeh kecil mendengar gurauannya pagi ini, ya pagi ini terasa menyenangkan sama seperti yang selalu aku lewati selama ini.
Aku memakan sarapanku dengan tenang tidak lama setelah aku selesai Corry sudah mengetuk pintu rumah kami. Aku membuka pintu lalu langsung pamit. Kami berjalan seperti biasa tidak ada percakapan yang keluar. Hingga di dalam bis.
“Ry, menurutmu apa bisa seseorang berkomunikasi lewat mimpi?”
“Tak ada yang tahu, secara personal aku merasa kalau hal itu bisa dilakukan”
“Baiklah” ujarku sambil memandang ke arah jalan yang masih sibuk, sama seperti pikiranku. Yang sibuk memikirkan apa yang harus kulakukan agar gadis itu mau mendengarkanku. Ah, perasaan ini sungguh merepotkan pemiliknya, di satu sisi aku merasa kalau dia yang aku cari dan harus aku tarik namun disisi lain aku berusaha untuk tidak mengusiknya.
Pov Mirai
Pagi ini aku bangun dengan keadaan lesu seperti biasa dan juga karena teriakan melengking miliknya. Di kamar ini lagi-lagi banyak suara bising yang muncul aku terus berusaha untuk mengacuhkannya. Sesampainya di ruang makan kembali tak ada percakapan diantara kami. Aku sibuk dengan makananku dan mereka dengan makanan mereka.