Pov Castie
Aku tertegun dengan suaraku sendiri, “maaf, aku tidak bermaksud” ujarku sembari melepas tanganku. “Apa sih yang kamu mau? Sejak awal kamu bahkan lebih mengganggu dari mereka semua!” ujarnya keras.
Aku menundukkan kepala, tidak ada lagi keberanian dalam diriku untuk memintanya ikut serta. “Aku rasa tidak ada salahnya jika kamu ikut dengan kami sebentar, apa kamu ingin terus mendengar suara-suara aneh itu?” ujar Corry. Sebelah tangannya mengelus pundakku, perlahan aku mengangkat kepalaku kembali.
“Tahu apa kalian soal ini, aku sudah pernah katakan padamu untuk tidak mencampuri urusanku” ujar Mirai sambi menunjuk ke arahku. “Aku minta maaf soal itu aku tahu aku salah bahkan terkesan memaksamu. Tapi apa kamu tidak mau agar suara itu tak lagi mengganggu? Aku hanya mau membantu” ujarku.
“Kalau kamu tidak mendengar suara itu, kamu juga tidak akan membantuku kan?” ujarnya. Aku tidak mau munafik, benar katanya kalau aku tidak mendengar suara minta tolong itu, mungkin saja aku tidak akan menolongnya. “Kenapa kamu diam? Aku benar” ujarnya lalu berbalik.
“Ya kamu benar! Aku mungkin memang tidak akan membantumu. Karena aku mungkin tidak akan menghiraukanmu. Aku mungkin tidak akan peduli padamu kalau aku tidak mendengar hal yang sama! Tapi ini berbeda, aku mengerti bagaimana kamu terganggu dengan suara itu, bahkan kamu mendengarnya lebih dulu daripada aku” dia berhenti dan aku mengambil napas sejenak.
“Karena aku mengerti bagaimana tidak enaknya diganggu dengan suara yang tidak bisa kamu lihat wujudnya. Aku mau kita sama-sama lepas dari rasa ini, aku mau jika aku bisa tidak lagi mendengar suara aneh kamu juga sama. Jadi bisakah kamu ikut denganku untuk sekarang?” ujarku.
“Baiklah, apa yang mau kamu perlihatkan? Perlihatkan dengan cepat, aku tidak mau berlama-lama” ujarnya. Aku mengangguk, walau tahu dia tidak akan membalikkan badannya. Kami pergi ke belakang sekolah, disana ada tempat untuk siswa bisa berkumpul.
Kami duduk melingkar lalu Corry meletakkan buku itu di tengah-tengah kami. “Story of Ivy?” aku mengangguk ketika mendengar celetukan Luki. Aku melihat seklas bagaimana tanggapan Mirai tentang buku ini. Tapi dia masih tetap tenang dengan wajah andalannya padaku itu.
Corry membuka buku itu dan ada yang beringsut keluar. “Kertas apa ini?
aku mengangkat kertas itu. “Ada tulisannya” ujarku lalu meletakkan kertas itu di tengah agar kami bisa membacanya dengan leluasa.
Mereka menganggap dirinya adalah yang terbaik
Mereka terlalu polos untuk mengetahui keadaan dunia
Disaat ‘dia’ datang
Merayu kami dengan hal-hal yang belum pernah kami lihat
Disaat kami mulai menggantungkan diri
‘dia’ menikam
Aku lari membawa hartaku
Kusembunyikan di dalam hutan