Pov Author
Mereka berjalan menyusuri hutan, selama dalam perjalanan mereka beristirahat malam di gua yang mereka temukan. Seperti saat ini mereka berhenti di depan gua yang cocok untuk beristirahat. “Tempat ini cocok” ujar Castie, “ya, aku akan membuat pelindung di pintu masuk” ujar Luki. Mereka menghabiskan malam itu disana.
Tapi siapa yang menyangka, pagi harinya Castie dan Vialin tidak kuat untuk bangun. “Kita harus cepat sampai disana” ujar Castie dengan lemah, “kalian tidak akan kuat berjalan dengan kondisi seperti ini, minumlah dulu” ujar Mirai memberikan ramuan yang bisa menghangatkan tubuh untuk mereka. “Selama tiga hari ini kita belum makan dengan benar, mungkin itu yang menyebabkan kalian sakit. Aku akan pergi mencari bahan makanan” ujar Corry. “Aku ikut, tidak ada yang boleh pergi sendiri” ujar Luki, “kamu tetap disini jaga mereka kita tidak tahu apa yang ada di hutan ini” balas Corry. “Aku yang akan ikut denganmu, aku perlu beberapa dedaunan untuk ramuan” ujar Mirai.
“Corry, jangan pergi sendiri” ujar Castie dalam keadaan setegah sadar. “Baiklah, Luki aku percayakan mereka berdua denganmu dan percayakan Mirai denganku. Kami akan segera kembali” ujar Corry. Lalu mereka berdua keluar dari gua.
“Emh, pusing” gumam Castie, “Cas, kamu mau minum? Minum dulu nih” ujar Luki memberikan minuman yang di teguk secara perlahan oleh Castie. “Kamu tidur saja lagi, kita akan menetap disini untuk beberapa hari sampai kalian sembuh” ujar Luki.
Sedangkan di tempat Corry dan Mirai, mereka berjalan menyusuri hutan. Mereka mencari bahan-bahan untuk membuat makanan. Beberapa diantaranya bisa dimakan langsung tanpa harus dimasak terlebih dahulu. “Apa kamu sudah menemukan daun yang diperlukan?” tanya Corry. “Ya, aku sudah mengambilnya satu kantung penuh” ujar Mirai sembari menunjukkan kantung nya. “Sebaiknya kita kembali sekarang” ujar Corry yang dibalas anggukan oleh Mirai.
Mereka berjalan mengikuti tanda yang sudah diberikan oleh Corry di pohon menggunakan pedangnya. Di tengah perjalanan telinga Mirai menangkap bunyi aneh. “Kamu mendengar suara ribut?” tanya Mirai, “tidak, darimana kamu mendengarnya?” tanya Corry. “Dari balik pohon itu, sebaiknya kita melangkah lebih cepat lagi” ujar Mirai. Mereka berjalan lebih cepat, tapi dari belakang ada anak panah yang melesat ke arah mereka. “Aduh!” Mirai langsung menutup luka di tangan kirinya. “Siapa disana?!” teriak Corry, tapi tidak ada sahutan, yang ada sebuah anak panah yang kembali melesat. Kali ini anak panah itu di tangkap Corry dengan mundahnya. Ia melihat ke atas dan disana ada burung yang dinaiki oleh seorang pemuda. Burung itu turun setelah itu pemuda tersebut berjalan menuju Corry dan Mirai. Dengan cepat Corry merobek lengan bajunya untuk mengikat luka Mirai yang di timbulkan anak panah tadi agar darah yang keluar tidak semakin banyak.
“Kamu tidak seharusnya menyerang dari belakang, kalau kau mau kita bisa bertarung satu lawan satu” ujar Corry. “Kalian tidak seharusnya ada disini” ujar pemuda tersebut, nada suara yang begitu rendah membuat Corry menatap mata pemuda itu lebih dalam dan hanya melihat kekosongan disana. “Tunggu di bawah pohon itu, apa kamu membawa obat untuk menyembuhkan luka?” tanya Corry. Mirai mengangguk, “obati lukamu disana aku akan segera kembali” ujar Corry dan menuju pemuda itu sebelum melancarkan serangan panahnya lagi.