Iyrin: Di Balik Sayap Dan Bisikan

Elin H Marlene
Chapter #1

Prolog


Kami tidak diciptakan untuk mencinta.

Kami tidak diciptakan untuk merasa.

Kami hanya diminta untuk melihat... dan mengingat.







...

Langit membara menaungi piramida yang menjulang di lautan pasir yang mendesis. Aroma dupa dan mur berpadu dengan manis kurma dan sisa anggur getir. Terdengar suara lantunan doa yang mengalun dari Per-netjer, diiringi gemericik sungai Nil, keriuhan pasar, dan derap kaki beralas kulit, anyaman daun palem, serta papirus.

Hawa panas menyengat menembus kulit peziarah yang berbalut linen. Mata mereka mendongak pada bayangan tinggi obelisk, seolah dewa Ra bersemayam di puncaknya, menandakan sisa waktu bagi peradaban yang kini diliputi bisik cemas keraguan.


48 SM

Kematian sadis Pompey, salah satu triumvirat oleh utusan Ptolemy XIII, tidak membawa penghargaan yang seharusnya dari Roma kepada Kekaisaran Mesir. Kegelisahan menyebar dengan cepat layaknya butir pasir yang dihembus angin. Desas-desus rakyat semakin sering terdengar terhadap Kekaisaran yang kian melemah. Mereka tak siap menanggung resiko kekacauan yang timbul akibat kecerobohan Sang Firaun muda dan para abdinya

Di antara situasi politik yang kian runyam. Tepat di ujung Alexandria, terasing dari huru-hara yang memanas, dua sosok berjubah duduk malas-malasan, mengamati peristiwa itu seolah semuanya hanya tontonan usang.

Di bawah pohon kurma, seorang pria berambut hitam bergelombang duduk bersandar. Dekat dengannya, seorang gadis bertubuh mungil dengan mata dan jari telunjuknya sibuk menelusuri lukisan di atas papirus.

Papirus itu menunjukkan sosok Dewi Isis yang tak asing bagi setiap rakyat Mesir, wanita cantik berambut hitam kebiruan, bermahkota mirip singgasana, mengenakan kalasiris di tubuh rampingnya, dan sayap seperti kolibri pelangi membentang anggun di punggungnya.

Lihat selengkapnya