Iyrin: Di Balik Sayap Dan Bisikan

Elin H Marlene
Chapter #4

Bagian 3: Siluet

Aerlene tidak tahu kapan dia bisa tidur senyenyak ini. Dia tahu bahwa kini dia sedang tidur dan bermimpi. Mimpi yang aneh pikirnya. Isinya hanya kegelapan padahal, namun entah kenapa dirinya sadar dia sedang bermimpi kali ini. Dia tidak suka mimpi ini dan ingin segera bangun pikirnya. Tidak ada warna yang terlihat sama sekali selain hitam, begitu membosankan. 


Dia berusaha bicara supaya setidaknya walau tidak bewarna, mimpi ini memiliki suara untuk didengar. Namun kata itu tertahan di ujung lidahnya, tidak bisa diucapkan seberapapun kuatnya ia berusaha. Seakan-akan ada tangan tak terlihat membungkam mulutnya dengan erat. Kini ia sadar bahwa dia tidak mampu berbuat apa-apa selain berpikir. Maka ia pun berusaha berpikir di dalam mimpi itu agar ia dapat melihat kembali warna-warna dan mendengar kembali suara-suara yang dikenalnya.


Tidak terbayang sebenarnya bagaimana cara yang tepat untuk berkhayal di dalam mimpi, namun Aerlene tetap mencoba. Perlahan ia mulai mendapatkan gambaran samar-samar itu, lukisan-lukisan era impresionis favoritnya, mulai dari Monet hingga Van Gogh, suara gesekan violin Bach yang selalu suka diputarnya berulang-ulang ketika mengerjakan suatu proyek seni, kemudian masakan ibu-nya terutama masakan mengenai Ayam, entah dipanggang, digoreng, atau dibuat sup, disajikan saat hari-hari penting selalu membuatnya rindu akan rumah, wangi itu-wangi paduan bunga tulip, daisy, serta lily yang khas terdapat di perkarangan rumah neneknya membuat dia ingat indahnya pengalaman menjadi anak kecil yang berlarian di antara bunga-bunga itu, serta rasa nyaman ketika kepalanya diusap dengan lembut oleh tangan besar yang lembut milik Kakeknya.


Di antara kedalaman memori yang telah berusaha diselami oleh Aerlene, dia melihat sesuatu yang demikian hidup hingga menyamarkan gambar kenangan lain yang berusaha dimunculkan dalam mimpinya. Sebuah lautan yang tenang, terlalu tenang bahkan hingga tak wajar untuk dapat menggambarkan sebuah lautan. Aerlene bercermin dari air lautan yang tampak statis tersebut. Dia mengharapkan melihat pantulan yang akan dikenalinya sebagai wajahnya. Namun di sana hanya terdapat pendar merah yang menyala-nyala. Cahaya merah tersebut terlihat seperti melakukan sebuah tarian dengan gerakan meliuk yang demikian gemulai namun bergairah. Di antara tarian cahaya merah tersebut muncul seseorang yang telah lama tak dijumpai Aerlene.


Seorang gadis kecil dengan rambut pirang ikal yang digerai menatap dirinya dengan mata hijau yang penuh ketakutan. Butuh waktu seperkian menit untuk menyadari bahwa gadis itu adalah dirinya sendiri. Wujud Aerlene saat dia masih berusia 10 tahun, kini terlihat bergerak tak menentu dalam pantulan air laut tersebut. Kedua tangan mungilnya berusaha menggapai permukaan yang terlihat seperti usaha putus asa seseorang yang akan tenggelam.


Tanpa pikir panjang Aerlene berusaha meraih tangan sosok masa lalunya tersebut dan teriak sekencang-kencangnya saat ia merasakan kulit tangannya seperti dikuliti dengan pisau hidup-hiudp. Dia kini sadar, rasa menyiksa itu akibat cahaya merah yang ternyata merupakan lidah api yang sedang melahap tangannya, serta tak lama lagi seluruh tubuhnya.


Tubuhnya yang perlahan tapi pasti semakin tertarik jauh kedalam dasar laut. Tetapi aneh, suara teriakannya yang seharusnya menggelegar, jangankan terdengar menggema, terdengar serupa bisikan pun sama sekali tak tertangkap telinga. Seakan-akan Aerlene kini mengalami tuli atau terjebak dalam ruang hampa udara.


Ketika seluruh tubuh Aerlene tenggelam, lautan itu telah berubah menjadi merah darah. Lidah api menjalar liar, melahap segala arah Aerlene dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Rasa sakit yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata, berusaha melihat kembali gadis kecil yang berusaha diselamatkannya tersebut.


Seorang anak perempuan yang pernah menjadi wujudnya bertahun-tahun yang lalu. Gadis kecil itu menyeringai lebar dan Aerlene tidak lagi melihat mata berpupil hijau, melainkan sepasang mata sekelam obsidian hitam yang mencerminkan pantulan raut wajah Aerlene yang dilanda kebingungan.

Lihat selengkapnya