Enong, nama panggilannya. Salsabila Ananda Putri Rahayu nama lengkapnya. Enong bahagia sekali ketika tiba-tiba handphone-nya berdering, lantunan suara inbox via messenger. Awalnya basa-basi, lama-lama jadi akrab sekarab suami istri yang sedang berpisah jauh di luar negeri. Hingga terlintas harapan-harapan yang membuat Enong semakin yakin pada lelaki yang mengiriminya inbox tersebut. Saban hari Enong kena rayuan, gombalan, pujian, hingga Enong pun baperan. Hal yang mustahil pada kebanyakan orang pun terkadang bisa terjadi pada Enong. Seperti, ketika lelaki tersebut berkata manis yang kata-katanya membuat hati Enong tentram dan layu, tiba-tiba Enong sedang merasa dirinya terbang, kandang ia juga sedang merasa duduk di singgasana Ratu Balqis. Kadang ia tersenyum sendiri saat mengunyah nasi, kemana-mana tak lupa bawa handphone. Kalau sedang berpergian, sudah di tengah jalan, lalu ia sadar handphone miliknya ketinggalan, maka ia segera kembali lagi ke rumah mengambilnya. Enong merasa seluruh jasadanya ikut, namun hati, paru-paru dan jantungnya ketinggalan di rumah.
Tempo hari ia belanja ke pasar untuk perlengkapan dapur, handphone miliknya ketinggalan di pedagang sebelah, ia merasa malaikat maut sedang mencoba mencabut nyawanya. Segera ia balik ke tempat itu.
Hari ini lelaki pegombal via messenger itu kembali meyakinkan dirinya bahwa Enong adalah orang yang selama ini ia cari.
"Tak ada yang sepertimu Dik. Kalau pun ada kembaranmu, tapi senyumnya tak semanis senyumu, Dik."
Aih, tak kuasa Enong mengangkat sendok makan untuk menyuapi dirinya sendiri. Lalu dua menit setelah gombalan itu ia baca, Enong biasanya berubah dratis. Hinga-hingga ibunya sendiri tidak percaya bahwa ia punya seorang anak bernama Enong yang baik sekali budi pekertinya, pada hari itu. Ya sehari saja. Hari berikutnya? Enong hampir lupa kalau ia punya tugas membantu ibunya.
Kalau sedang dirayu saja, Enong segera bergegas ke dapur, lalu menempel tulisan di depan pintu dapur: "Enong saja yang masak Buk-e" Melihat perbuhan Enong, ibunya tahu anaknya sedang dilanda asmara. Dan ibunya tahu bahwa kelemahan asmara Enong adalah handphone. Diam-diam ibunya menyembunyikan handphone Enong ketika Enong tertidur pulas pada malam hari. Begitu bangun tidur, Enong murung macam burung hantu tak makan dua hari. Mukanya lesu, matanya bengkak, rambutnya berantakan tak disisir, sendirian ia di kamar, melamun menatap dinding-dinding kamar. Sesekali kecoak lewat, tanpa ampun Enong segera memukulnya pakai tumbukan tangannnya. Kecoak itu pun lunak, tak dapat diketahui mana kepala dan mana bagian badannya. Kasihan sekali!
Hanya sehari, hari berikutnya ibunya mengembalikan hanphone-nya, ibunya tak tega jika sampai kesehatan Enong terganggu. Walau bagaimana pun, Enong adalah putri kesayangannya semata wayang. Begitu handphone itu diberikan, Enong langsung mandi, ber-make-up, merias diri secantik rupa yang ia punya. Enong tampak anggun ketika ia sudah punya handphone, seakan handphone itulah yang membuatnya makin cantik dan suka senyum.
Lambat laun, ibunya tak tega membiarkan Enong terlalu jauh dan terlalu lama dalam asmara yang membara, yang dapat membuatnya terluka di kemudian hari nanti. Ibunya tidak ingin Enong tersakiti karena kecewa. Seperti harapan palsu, tidak berjodoh, hanya sekadar untuk kenalan saja, pelampiasan putus cinta sebelumnya, apalagi jika hanya dijadikan percobaan gombalan dari seorang yang baru tumbuh remaja. Sungguh hal itu tidak diinginkan sang ibu. Enong pasti tak mampu menahan luka.
Suatu sore ibunya menasihati Enong yang tengah sibuk membalas inbox yang masuk bertubi-tubi.