IYYAAKI HUBBII

Daud Farma
Chapter #54

Radio Sahabat Sejati

Sejak Sekolah Dasar (SD), senang sekali mendengar lagu daerah yang disiarkan radio Kuta Cane Aceh Tenggara. Dulu aku punya radio berukuran kecil yang bisa aku genggam dan aku masukan ke dalam saku kemejaku. Setiap pergi mengangon lembu-lembuku yang jumlahnya dua puluh tiga ekor kala itu, aku tidak pernah lupa membawa radio yang sebenarnya milik Bangah-ku, abangku nomor dua.

Alasan kenapa radio itu bisa jadi milikku adalah karena ia sudah punya gitar. Dia punya hiburan yang bisa ia mainkan kapan pun dia mau. Tak jarang dia membawa temannya dan tidur di kamar kami yang muat untuk lima orang. Kamar itu memang sengaja dibuat ayah untuk muat lima orang 'kalau-kalau ada teman anaknya yang menginap'. Anaknya sendiri hanya empat laki-laki.  

Suatu hari ketika aku menggembala di padang rumput yang luas bersama teman-temanku, kami berteduh di dahan-dahan pohon yang rindang. Aku pun tidur siang untuk melepas lelah. Lembu-lembu kami masih makan dengan lahap. Begitu aku terbangun, aku menyadari ada sesuatu yang jatuh dari sakuku. Aku pun turun dengan melompat dari dahannya.

Aku cari-cari di semak rumput setinggi dengkul, namun radio itu tidak dapat kutemukan. Aku menangis. Karena radio adalah satu-satunya hiburanku. Padahal baterainya baru saja aku ganti hari itu. Bukan menangis karena takut dimarahi abangku, bukan. Abangku sudah memberikan radionya padaku sepenuhnya. Dari siang sampai waktu sore, mentari pun hampir terbenam aku masih mencari-cari dan menyibak-nyibak rumput-rumput yang menyembunyikan radio milikku. Namun nihil. Kantong kemejaku tidak lagi berisi radio saat pulang ke rumah.

Kemudian di kelas empat SD di tahun 2004. Ayahku membeli handhphone Nokia seharga 700 ribu rupiah kala itu. Hp itu dibeli di Medan, ia titip lewat abang sepupuku. Alasan dia beli karena susah kalau mau menghubungi abangku yang nomor tiga masuk Pondok Pesantren Mudi Mesra Samalanga di Bireuen. Tapi anak kecil tidak boleh pakai handphone, dan aku tidak bisa membawanya ketika mengangon, ayah khawatir aku akan menghilangkannya. Aku hanya bisa menggunakannya ketika aku pulang dari menggembala. Btw, ketika gempa dan tsunami di tahun 2004, di hari Minggu pagi aku membajak sawah bersama ayahku dengan lembu-lembu kami. Istilah daerah kami: Ngobo.

Lihat selengkapnya