IYYAAKI HUBBII

Daud Farma
Chapter #74

Assalamualaika Ya Rasulallah

Assalamu'alaika Ya Rasulallah

Oleh: Daud Farma

Allah and His angels bless the Prophet. Believers, invoke blessings and peace on him. (Al-Ahzab: 56)

Kami tiba di Madinah kurang lebih pukul 11 malam. Kami turun di depan masjid Bilal bin Rabah. Sebelum melangkah menuju masjid Nabawi, kami mengambil foto dulu di depan masjid ini. Kemudian kami berjalan tidak lebih satu kilo, sudah dekat menuju masjid Nabawi. Perasaan senang dan bahagia menghampiri, kami banyak-banyak bershalawat kepada Nabi Muhammad, mengucap salam, assalamu 'alaiki ya Rasulallah, assalamu 'alaika ya nabiyyallah, assalamu 'alaika ya habiballah. Kami tidak langsung masuk ke dalam, kami belum makan. Ingin beli makan dulu. Kami keliling mencari makan di sekitar, kami membeli kebab seharga 8 Saudi Arabia Riyal (Sar). 

Kami makan di lobi hotel, lalu menuju masjid nabawi. MasyaAllah, tiang-tiangnya sedang terkembang payung-payung di atasnya, gagah perkasa, besar dan lebar sekal! Luas, sejuk, dingin, manusia tidak pula terlalu ramai seperti bulan ramadhan. Ac-Ac di dalam masjid dari pondasi tiangnya bagian bawah. Warna cat atap-atapnya yang nyambung ke tiang berwarna emas, lantainya dingin. Lagi-lagi kami bershalawat, Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad. Aku melihat ke kubah hijau, masyaAllah di situ kediaman terakhir Rasulullah. Ya Allah, tidak menyangka sekali. Rasa-rasanya tidak mungkin bisa kemari, aku mengira mungkin setelah usiaku puluhan tahun dapat kemari, namun alhamdulillah, di usia yang terhitung masih muda ini dapat diberi kesempatan oleh Sang Maha Kuasa berziarah kepada kediaman terakhir kekasih-Nya, masyaAllah, alhamdulillah, laa hawla wala quwata illaa billah.

Bisa berumrah, masuk ke kota Mekkah, melakukan Thawaf dan shalat di depan Ka'bah, lalu ziarah ke Makam Rasulullah, adalah list do'a-doaku selama ini sewaktu ziarah ke makam cucu baginda Muhmmad shallallahu alaihi wasallam, di Cairo Mesir. Tiap ziarah tak luput memanjatkan do'a agar sebelum balik ke tanah air dapat bertamu ke baitullah dan ziarah ke Madinah. Allah Maha Mendengar, Dia mengabulkan segala yang kita minta, maka berdo'alah, jangan bosan apalagi menyerah, cepat atau lambat Allah akan kabulkan, dengan cara apa pun bentuknya, selagi baik dan benar, Allah Ridhoi.

Kemarin dari Mekkah bakda ashar. Kami makan siang dulu di hotel Fajar Badi', gratis tentunya. Inilah untungnya jadi penuntut ilmu, bisa-bisanya makan gratis, tanpa nunjukin ID Card seperti jama'ah kita yang dari Indonesia. Awal-awal dulunya cukup bilang, "Mahasiswa, Mas." Lalu ditanya, "Mesir atau Yaman?" 

"Mesir, Mas." Kemudian dipersilakan masuk. Kenyataannya tidak hanya mahasiswa Mesir dan Yaman, semua mahasiswa dari mana pun bisa masuk, kawan-kawan mahasiswa Indonesia dari Turkey juga masuk. Lalu selanjutnya tidak pernah ditanya lagi sebab sudah saling kenal antara kami dengan yang jaga di pintu masuk.

Bahkan yang mukimin pun banyak yang makan di Fajar Badi'. Sudah terkenal baik memang hotel satu ini!

Kami shalat ashar di lantai 2 masjidil Haram, Ka'bah terlihat dari sini. Selesai shalat minum air zam zam dulu. Kemudian kami beli jubah di lantai ardhiyah/dasar hotel Shafwa. Pandai-pandai nawar aja sih di sini. Setelah beli jubah, nukar dollar ke riyal, 150 dollar 550 riyal. Di online beda 15 riyal. Tidak apa lah daripada jauh lagi le tempat nukar sana, yang entah buka atau enggak (?)

Kami balik lagi ke depan Makarim. Nyetop taksi ke arah Jarwal. 20 Sar bertiga. Tiba di Jarwal kami naik ke Taksi yang sudah parkir, setelah tawar menawar yang awalnya 80 puluh jadi 70 Sar perorang. Karena ini taksi besar, isi 8 orang dan 9 sama supir, kami nunggu dulu penumpang yang lain, penuh dulu baru berangkat. Harusnya bisa gratis ke Madinah, ikut jamaah umrah. Namun waktunya tak pernah sesuai. Akhirnya kami pilih naik taksi saja, meskipun habis 70 riyal. Tak hitung-hitungan demi bisa ke Madinah. Tak pernah merasa rugi!

Ada suami istri, istrinya ingin duduk di depan, aku bilang tidak mau. Aku duluan, sengaja milih duduk depan sebab aku tidak kuat di tengah apalagi di belakang, bisa lemas, mual dan muntah. Bukan tidak ihtiram/hormat dan mengutamakannya sebagai perempuan, aku juga harus menjaga kesehatan diriku. Kalau dia tidak mau dia bisa cari taksi lain, yang kursi depannya belum diisi. Kenapa harus menyingkirkanku? Hanya karena dia perempuan? Lagipula dia punya suami, jika dia lemah ia bisa sandarkan kepala dan badannya ke bahu suaminya, aku? Cuma bisa nyandar ke jendela. Aku bilang kelemahanku bahwa kalau aku duduk di belakang, aku bisa muntah. Akhirnya dia ngalah setelah dibujuk suaminya. Semua penumpang orang Bangladesh, memang penduduk bangsa satu ini everywhere di Arab Saudi. Kami bertiga saja yang orang Indonesia. 

Kami berangkat ketika matahari terbenam. Belum jauh perjalanan, supirnya berhenti di pom bensin. Aku izin ke kamar mandi. Di pom bensin ini ada mushallah, besar sekali! Dan punya wc dan tempat wuduk untuk belasan orang. Lalu kami berangkatlah ke Madinah. Kami perjalanan malam hari. Kiri-kanan hanya lampu-lampu toko-toko dan rumah penduduk. Lalu gurun-gurun yang gelap, hanya pantulan cahaya aspal yang warna putih terlihat oleh mata. Sepanjang jalan ke madinah, kurang lebih 500 km, kami berhenti sekali saja. Taksi ini juga masih baru, mesinnya masih sehat walafiat, ketika ada lengkungan aspal hampir tak terasa, jika jendela di tutup hampir tak terdengar suara di luar mobil, ber-Ac, lama-lama telinga seperti tak bisa dengar suara, persis seperti berada di dalam pesawat. Aku di depan bisa selonjoran juga. Memang paling nyaman itu duduk di depan.

Lihat selengkapnya