Aku dan Aisyila hanya saling bertatapan. Kami diam membungkam rasa sakit yang tak terperi. Sungguh kami tidak menginginkan hal ini. Hari semakin sore dan Aisyila menatapku untuk terakhir kalinya lalu ia melangkah pergi sejauhnya dan entah kapan lagi kami bertemu kembali. Dia harus ke Turkey bersama saudaranya. Pertemuan kami di depan benteng romansa itu adalah pertemuan terakhir yang menyakitkan dan entah kapan luka kami akan terobati. Bukan hanya aku yang sakit, Aisyila kekasihku hingga-hingga tak bisa membendung air matanya. Aku? Apalah aku, aku tak sekuat Iron Man yang tahan banting. Boleh saja aku sekuat Hulk tapi aku punya hati dan hatiku bisa saja merasakan keperihan yang tak pernah dapat kutahankan. Sore itu terakhir kalinya aku melihat jilbab Aisyila diterpa angin laut di pinggir pantai.
Aku menyuruhnya pulang terlebih dahulu. Aku tak kuat mengantarnya. Jika lebih lama lagi aku bersamanya maka aku takkan sanggup merasakan keperihan yang semakin perih kurasakan. Lebih baik aku melepasnya pergi, tak mengikutinya walaupun selangkah.
"Ayahku meninggal. Aku harus kembali ke Turkey malam ini." kata Aisyila padaku untuk terakhir kalinya.
Perih yang mana lagi yang belum pernah aku rasakan? Sungguh aku lebih memilih digigit semut tiap hari daripada harus berpisah darinya. Inilah derita cinta yang dilalui sebelum masanya halal.
***
Dua tahun kemudian...
Aku dan Aisyila kekasihku, cintaku, sepenuh perasaanku telah dibawanya pergi bersamanya, sudah dua tahun kami tidak ada menebar kabar. Kami putus kontak. Dua tahun lalu, begitu Aisyila sampai di negaranya ia langsung mengganti kartunya. Dia juga tidak aktif walaupun di salah satu akun sosial medianya. Namun rasa rindu dan inginku bertemu dengannya masih seperti dulu adanya. Sungguh yang membuatku perih waktu itu bukanlah karena aku mengetahui ayahnya meninggal, tapi aku sedih karena aku tidak pernah yakin bahwa aku akan bertemu Aisyila lagi.
Hari-hariku selalu dihantui senyumnya, elok wajahnya yang dapat mengobati rasa lelahku saat aku hampir putus asa untuk merindukannya. Sungguh tidak pernah terdetak di benak apalagi diresapi dan diyakini oleh hatiku kami akan bertemu kembali.