IYYAAKI HUBBII

Daud Farma
Chapter #12

Ammu Laban dan Malaikat Subuh

Hampir empat bulan telah aku tidak mendengar suara laki-laki tua itu. Laki-laki tua yang berjalan mengelilingi rumah-rumah penduduk Gamalia, Darrasah-Hussein dan sekitarnya. Tongkat yang digunakannya adalah menuntunnya untuk berjalan sekaligus pengganti dari kedua matanya yang sudah tak dapat menikmati keindahan dunia ini. Aku kasihan kepada laki-laki tua yang lanjut usia itu. Dia tidak pernah kenal musim panas maupun musim dingin. Setiap waktu subuh ia mengelilingi rumah-rumah penduduk Gamalia, termasuk juga rumah kami. Lima belas menit sebelum azan subuh dikumandangkan, laki-laki tua lanjut usia itu sudah berkoar-koar membangunkan orang-orang yang masih tertidur pulas, apalagi di musim dingin. Azan subuh seakan tak terdengar di telinga. Walaupun ia sudah lanjut usia, namun semangatnya seperti anak muda yang berumur tujuh belas tahunan, anak muda yang baru masuk pesantren. Semangatnya masih membara!

"Assholah, assholah. assholah almu'minu assholah asholaatu khoiru minannaum!" Suara beliau membangunkan. Beliau berjalan melewati jalan di depan rumah-rumah penduduk Gamalia. Jl. Muhammad Syukkari. El-Gamalia. Sepanjang jalan beliau tak henti-hentinya mengeluarkan suara yang keras, beliau berkeliling dengan perlahan-lahan dan hati-hati hingga sampai ke tempat semula beliau memulai, yaitu di Masjid Gonzais. Namun, kini azan subuh sudah dikumandangkan dari Masjid, jangankan suara beliau, suara jangkrik pun tak kudengar. Aku bertanya-tanya, kemanakah beliau? Aku rindu suara laki-laki tua itu. Aku telah lama tak mendengar suaranya. Hampir empat bulan sudah aku tidak mendengar suara malaikat subuh itu. Kini hanyalah suara penjual Laban yang kudengar serta suara deringan speda Ontel yang dinaikinya. Suara itu terdengar pada jam dua malam di waktu musim dingin dan musim 12 malam musim panas. Bahkan kini kujadikan suara beliau adalah penentunya malam sudah larut, disaat jam tak ada di tanganku. 

"Ring, ring, ring, laban, laban, laban." Suara sepeda Ontel dan suara beliau terdengar di telingaku. Itu sebagai penentu waktu bagiku, bahwa jam menunjukkan pukul 02:00 Clt. Sekarang ini hanya suara 'Ammu laban yang aku dengar. Aku tidak pernah lagi mendengar suara malaikat subuh itu. Aku rindu malaikat subuh yang membangunkan kami pada setiap subuh. Kemanakah ia? Baru-baru ini kutahu dari sahabatku bahwa beliau telah tiada, Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Semoga amalnya di usia tuanya itu adalah ivestasinya untuk akhirat kelak, semoga Allah menerima amal shalihnya, Aamiin. Kejadian yang tak pernah kulupakan.

Lihat selengkapnya