IYYAAKI HUBBII

Daud Farma
Chapter #19

Dua Puluh Pounds

Ini dunia manusia, bukan dunia malaikat. Ini semua tentang cinta, ini semua karena cinta dan ini semua gara-gara cinta. Sejak pukul 00:00 itu, ia kehilangan segalanya. Hilang semua sudah kebahagiaanya yang selama ini ia pertahankan, yang selama ini ia perjuangkan dan yang selama ini ia pelihara. Ia marah sekali pada penemu yang bisa membuat harmonis tercipta kapan saja itu, penemu yang mampu mendekatkan yang jauh sehingga bisa bertatap muka lewat jasad yang tak bernyawa yang kemudian disebut sebuah foto. Bisa saling menyapa lewat jasad yang tak bernyawa yang terlihat narsis pada masing-masing layar handphone dan terdengar gelombang suara yang begitu indah dari seorang terkasih, dunia antah berantah di belehan benua sana yang penting kali ini ia benar-benar kehilangan segalanya. Siapakah penemu telepon itu?, ingin ia mengucapkan terima kasih terlebih dahulu lalu memakinya habis-habisan, sebab cintanya sudah hilang pada pukul 00:00 itu.

Sudah berkali-kali ia meminta bantuan kepada teman-temannya agar bisa menolongnya untuk mengembalikan cintanya yang telah hilang, sudah berkali-kali ia memasang muka ibanya pada mereka yang berhak untuk ditunjukkan muka iba, mukanya yang macam orang tak makan satu minggu lamanya. Duh, segitukah akibat cinta yang hilang pada pukul 00:00 itu?

Bolak-balik ke tempat pengambilan cinta yang bersifat kapan saja bisa diambil asalkan ada isinya, kapan saja boleh ditarik kalau ada yang bisa ditarik. Seingatnya, ada yang masih bisa ditarik sehingga ia pun berfikir untuk menariknya. 

Selepas magrib, ia bergegas keluar membawa sebuah alat penarikan yang berwarna kuning, ia membawa itu agar kiranya dapat menarik cintanya. Mungkin saja cintanya telah jatuh ke bawah jurang yang begitu dalam sehingga tak nampak lagi, tinggal puing-puing huruf-huruf romantis yang tertera di layar handphone. 

Tiba ia di tempat penarikan cinta yang pertama, tak ada tanda-tanda yang bisa ditarik, layar moniror mengabarkan bahwa sedang di service. Atau mungkin kehabisan bumbu cinta atau semacamnya, lagipula di pinggir jalan harus hati-hati menariknya. Sebab banyak di dunia ini berambut pirang yang bermata setan. Bisa-bisa disergap dari belakang dan cinta yang hilang pun tak terdapatkan. Tempatnya terhitung strategis, di depan kampus Al-Azhar, kampus tertua kedua di dunia itu. Di samping kirinya penjual jus dan di samping kanannya penjual daging yang dibakar dengan cara diputar-putar memakai mesin pemutar. Karena tak ada harapan lagi di tempat itu, kemudian ia pergi ke kebelakang masjid Husein dekat tempat wudhu, sampai di sana ia temuai jutaan orang dan jutaan bau tengik dan warnanya. Sangat dilarang setelah makan melewati kerumunan orang itu, bisa-bisa isi perut tertumpahkan semuanya. Segala macam orang berbaur di dalamnya. Kau tahu sendiri bagaimana bau keringatnya orang yang suka makan bawang merah, beda sekali dengan orang yang suka makan buah zaitun atau bunga melati. Akhirnya ia pergi ke bagian depan sana yang juga di pinggir jalan, yang di dekat jalan atau tangga bawah tanah. Begitu sampai di tempat, "Maaf, nggak ada wasilah cinta di dalamnya!" Duh, gagal lagi. Padahal untuk menuju ke tempat itu memakan waktu sepuluh menit, padahal lazimnya hanyalah tiga menit saja. Namun karena banyak sekali manusia-manusia yang berdempetan, ia harus menghabiskan sepuluh menit. Kau bayangkan itu betapa banyaknya manusia.

Tak lama ia berdiri merenungkan nasib kehilangan cinta pukul 00:00 CLT (Cairo Local Time). Ia masuk jalan bawah tanah dan naik lagi melewati pinggir jalan atau bangunan tua yang sedang direnovasi. Tak ayal, ia sampai di rumah. Begitu sampai di rumah, istrirahat beberapa menit, ia meminjam wasilah cinta lagi ke temannya yang baru datang sepuluh menit sebelum dia. Kalian sudah bisa tebak nasib apalagi yang ia terima kalau bukan,

Lihat selengkapnya