IYYAAKI HUBBII

Daud Farma
Chapter #22

45 Derajat Celcius

Aku masih di sini, di negeri para nabi. Kabarku baik sekali. Hari ini aku sudah mandi, malah hendak mandi untuk kedua kalinya. Kaus yang aku kenakan basah kuyup sebab keringatku berlomba-lomba ingin segera keluar lewat pori-pori. Musim panas adalah untung besar bagi orang gendut, terlebih bagi yang malas olahraga. Sebagian temanku ada yang mandi jam satu pagi. Padahal di dalam rumah kami ada tiga kamar dan satu ruang tamu. Masing-masing kamar ada satu kipas, kalau kamu pingin tahu banget, satu orang punya satu kipas angin. Jumlah kipas angin di rumah kami tujuh buah kipas dan jumlah kami sembilan orang. Sebenarnya kami sepuluh tetapi satunya lagi pulang kampung sebab ada masalah yang tak terduga, dan beliau tidak boleh masuk Mesir lagi untuk lima tahun kedepan. Padahal aslinya bukan salahnya tapi salah orang lain dan dia kena getahnya, dideportasi ke Indonesia, semoga Allah menggantikan yang terbaik untuknya. Semua kipas angin hidup dua puluh empat jam kecuali satu kipas angin yang mati akibat gantung diri, eh maksudku kipas itu memang tergantung. Kami hidup berkeluarga dan bertetangga, meskipun semua yang di dalam rumah kami ini belum benar-benar berkeluarga. Rumah kami persis seperti rumah orang Mesir lainnya, dan kami di lantai tujuh, lantai paling atas untuk bangunan yang kami tempati. Adalah salah satu cobaan naik turun tanpa adanya lift, dari bawah menapaki satu persatu anak tangga, sampai di lantai tujuh ngos-ngosan seperti naik puncak. Nafsu minum tinggi, syaitan senang merayu untuk meneguk air minum sepuasnya, untungnya bulan ramadhan dan rayuan syaitan tak mempan.

Tahun ini bulan ramadhan ujiannya double. Selain ujian cuaca menahan lapar dan haus karena puasa juga ada ujian Al-Azhar yang digelar mulai dari seminggu sebelum ramadhan hingga batas waktu seminggu sebelum lebaran. Akan tetapi semua itu bukanlah keluhan, penuntut ilmu adalah tahan dari rintangan kesuksesan. Walau bagaimanapun aku tak sendirian, aku dan teman teman juga demikian, merasakan yang sama dan tak putus asa apalagi putus harapan, sebab ada Allah yang Maha memberi balasan bagi orang-orang yang beriman. Masa-masa ujian adalah perlunya belajar yang tekun, ibadah yang istiqamah, berdoa yang banyak, mendoakan orang lain dan tak lupa pula minta doa serta motivasi, terutama adalah doa dan nasihat kedua orang tua. Menelepon ke kampung halaman memang mahal, tapi ia adalah ruh dan motivasi belajar.

Menelepon ke kampung mesti beli pulsa voip minimal dua Euro atau enam puluh Egypt Pound untuk satu jam lebih kurangnya. Dulu di pondok dapat nasihat sebulan sekali, saat ayah dan ibu ke pondok mengantar uang bulanan. Dan aku berusaha menjaga diriku untuk rajin belajar, hingga terbukti di akhir tahunku di pondok, aku tidak mengecewakan mereka, aku resmi wisuda dan alumni, namaku dipanggil urutan kedua dari semua peserta wisuda KMI. Tiap kali ayah dan ibuku datang ke pondok selalu kudengar kalimat: “belajar yang rajin” dan beliau tidak pernah bosan mengatakan itu hingga hari ini. Dan kedua orang tuaku hadir di hari wisudaku, berfhoto barsama dengan bapak pimpinan (buya) dengan mengembangkan senyum manis mereka. Kutahu mereka bahagia meskipun belum sepenuhnya bangga. Selain karena Allah, ayah dan ibuku, tentu juga karena peraturan pesantren yang menjagaku, serta bimbingan guru-guruku yang baik, ilmu merekalah yang aku tuntut dan aku amalkan. Aku juga ingin saat jauh dari mereka semua, aku berhasil membimbing diriku, imanku, dan akhlakku untuk mengetam ilmu sejauh, sedalam, selama, sebanyak dan sesanggupku. Aku ingin kejadian di pondok dulu, juga terjadi di negeri ini (Mesir), aku ingin tertulis sebagai alumni: Al-Azhar, yang wasathy, berilmu dan berakhlak mulia. Aamiin ya Rabbal ‘alamin. Sekarang nasihat mereka sudah tak kudapatkan secara rutin dalam sebulan sekali, kadang hanya dua bulan sekali. Sebab pulsa voip pun mahal. Nelpon lewat whatsaap ataupun sosial media lainnya tidak bisa, sebab kampungku berada di dataran yang rendah juga pelosok desa yang jauh dari kota. Tapi tak selamnya mengandalkan nasihat kedua orang tua, sudah saatnya menasihati diri sendiri dan mengamalkan nasihat mereka yang lalu-lalu. Nasihat mereka adalah ruh belajar bagiku pribadi, motivasi terbaik yang pernah ada. Baterai yang hendak habis akan terisi kembali dengan nasihat yang berima model lama tapi terucap selalu. Terima kasih ayah dan ibuku. Semoga Allah selalu menjagamu.

Cuaca Kairo kadang bersahabat, kadang tak mau berteman, ia tak punya rasa kasihan, menghantam Mesir dan seisinya dengan terikan, panas sekali! Bulan ramadhan di negeri Musa ini banyak berkah, orang baik ada di mana-mana. Kami tidak pernah menyediakan masakan untuk buka puasa sebab ada meja makan geratis berjejer di pinggir jalan, di masjid dan di depan-depan toko. Boleh milih tempat makan menurut selera sendiri. Takjil yang memanggil dan merayu kami bukan kami yang meminta takjil. Banyak orang kaya yang berbagi, bahkan yang tak mampu sekalipun berbagi apa yang ia mampu bagikan ke orang lain. Suatu siang aku berjalan di sekitar kampung Darrasah melewati pinggir jalan raya. Kulihat banyak peminta di pinggir jalan, dan mereka mengulurkan tisunya tanda agar aku membelinya atau memberinya sepeser uang yang aku punya sebagai sedekah. 

Lihat selengkapnya