Kami enam orang dari Darrasah Kairo, Minggu pagi banget, 06/12/2020. Pukul empat pagi kami OTW dari rumah menuju Ramsis. Tiba di Ramsis langsung nyari kereta yang berangkat sesuai jam yang telah kami check di aplikasi Egypt Train bahwa kereta tercepat pukul 05:15 dan tiba di Damietta 10:15.
Kami naik kereta mukayaf/ber-AC, kursi empuk dengan tiket seharga 55.5 L.E/ Rp.50.000 ribu perorang. Kalau bukan mukayaf dapat harga10 atau 15 L.E perkepala. Karena perjalanan jauh enam jam lebih, kami milih yang kursinya yang nyaman, ruang di dalamnya tidak ada orang yang beridiri alias semua duduk menurut nomor kursi yang tertulis di tiket, tidak ada emak-emak yang sempit-sempitan dan karena iba kita nawarin dia duduk, tidak ada yang mondar-mandir jualan kaus kaki, sarung tangan, makanan, minuman dan barang lainnya saat berhenti di setiap stasiun, tidak ada yang tidur di tempat narok barang dan tentu saja tidak ada bau ketek.
Tiba di Damietta (Dimyath) langsung nanya homestay pada salah seorang 'ammu, nama beliau Sayid. Tidak mesti mesan lewat telepon dari jauh hari, sebab banyak homestay yang kosong. Kami aja baru kenal, setelah ucap salam langsung bertanya: Fii faadhi ya, Ammu?/ada yang kosongkah, 'Ammu? Kata beliau ada. Dengan harga permalam 200 L.E, karena kami tiga hari dan dua malam (masuk senin siang keluar selasa sore), beliau kasih harga 350 L.E/Rp.316.000, kalau dibagi enam orang, perorang cuma 68 L.E lah, murah kali pun itu. Kami sepakat kemudian kami diajak ke homestay.
Jumpa di homstay pertama kami kurang minat, sebab hanya dua kamar dan empat ranjang sedangkan kami enam orang, akhirnya kami diajak ke homestay berikutnya, pokoknya sampai kami deal. Akhirnya kami oke di homestay kedua yang lebih besar. Agak di tepi laut, satu menit lah jalan kaki ke laut. Tiga kamar dan enam ranjang.
Sebenarnya kalau ranjangnya dirapatkan bisa untuk tidur empat orang dalam satu kamar. Aku berikan foto copy pasporku pada anak buah 'ammu Sayid, namanya Mahmud. Penampilannya sederhana, ramah, sudah sering berinteraksi dengan orang indonesia dan mahasiswa asing lainnya dan langsung kami bayar lunas. Mahmud sudah menikah, anaknya dua perempuan, masih kecil, belum masuk sekolah dan ternyata dia tinggal bersebelahan samping kiri homestay kami. Jadi kalau ada apa-apa tinggal teriak: Mahmud! Aku juga berkali-kali nyapa dia dari lantai atas/tiga sewaktu ia slowly di depan terasnya di lantai dasar.
Spesifikasi homstay: suasana sekitarnya adem ayem, tak terdengar jelas suara kendaraan kalau tak duduk di teras, ke jalan raya 5 menit-an dengan jalan kaki, ke pasar tempat belanja nambah satu menit, seberang jalan raya dari homestay. Perumahannya paling tinggi 3 lantai, sejajar, rapi dan bersih di sekitarannya. Isi rumah 3 kamar dengan enam ranjang lengkap dengan kasur, seprai, lemari kaca besar yang bisa nampung tiga orang, kalau mau masuk lemari loh ya. Kamar mandi dilengkapi dengan syakhanah (pemanas air), westafel, wc duduk, mesin cuci, shower dan cermin. Di sholah/ruang tamu satu kulkas besar. Dapurnya bisa muat tiga orang, tabung gas, kompor gas yang masih tampak baru, bersih dan ada rak piring. Kemudian ada teras alias khambih orang alas Cane bilang-yang bisa nongkrong 10 orang sekaligus. Istilah yang cocok untuk homestay-nya dalah mafrusyah alias complete.
Suasana di Damietta cocok sekali bagi yang baru menikah dan berbulan madu atau bagi pejabat yang ingin melepas penat, atau bagi mahasiswa S2 yang ingin fokus menyelesaikan tesis. Tak ada Tuktuk/bemo, tak ada yang teriak bikiak/botot, tak ada yang mukul2 ambuba/tabung gas, dan tak ada cekcok mulut seperti yang sering terjadi di gang rumah saya di Darrasah belakang Barakat Store itu-yang membuat saya sering membuka jendela dan melihat ke bawah karena penasaran ada apa gerangan?