Pagi-pagi sekali Gwen pergi ke taman, di sana dia bisa mencari ide menulisnya yang katanya aura dingin bisa mencairkan otak. Dia perlu mencobanya di mulai dari membaca buku yang ringan, melihat yang segar-segar sampai menenangkan jiwa dengan menepi dari keramaian.
Semua dia lakukan untuk menulis meski kenyataannya dia tidak punya bakat menulis, membaca saja tak kuat. Sambil mengembuskan napas pelan, matanya mulai menjelajahi langit yang mulai menampakkan sinar matahari.
Dari jauh terlihat seseorang menghampirinya sambil tertawa.
"Ibuk? Kita ketemu lagi!" seru anak SMA itu. Gwen menggaruk lehernya yang tidak gatal. Sejujurnya dia belum terbiasa dengan panggilan itu. Namun menurut dari fyp Tiktok nya orang akan mudah akrab jika seseorang memberikan nama khusus untuknya.
"Sedang apa disini?" tanya Gwen basa-basi.
"Mau pergi sekolah," kekehnya. Gwen baru menyadari jaket yang dibaluti seragam putih abu-abu itu.
"Oh oke, rajin belajar ya!" Gwen berusaha mengakhiri pertemuan itu agar si anak SMA yang bernama Habib segera pergi.
Sedangkan si laki-laki tersenyum kecil, ada raut wajah yang sulit di artikan di sana.
"Hm, Ibuk? Boleh aku meminta nomormu?"
Gwen tertegun mendengarnya. Dia tidak ingin terlibat apa pun dengan cowok polos dihadapannya tapi kalau tidak seperti itu anak itu tidak akan beranjak dari pijakannya.
Gwen merogoh jaketnya untuk mengambil benda pipih itu. "Sebutkan nomormu," katanya.
Buru-buru Habib menyebutkan nomornya dengan lancar, begitu pun dengan senyuman yang tidak luntur dari bibirnya.
"Sudah?" tanya Gwen memastikan. Habib mengangguk semangat sembari melambaikan tangan meninggalkannya.
Gwen mengembuskan napas pasrah, tidak ada yang berjalan lurus hari-harinya mencari ide pun gagal. Dia harus segera pergi ke kampus.
***
Mading di sana sudah di penuhi mahasiswa membuat pertanyaan di otak Gwen, tidak ada berita mengejutkan kecuali pengumuman nilai.
Segera dia menghampiri dan bertanya pada salah satu orang yang ada di sana akan tetapi saat mereka menoleh pandangan mereka menjadi lain dan sulit di artikan, mereka menatap Gwen sambil bergunjing.
Napasnya mulai tidak karuan, dia mengingat soal Vidio itu dan bertanya-tanya apa mungkin Dani menyebarkannya? Dan menyebarkannya di mading?
Satu kejadian saja membuat Gwen sangat trauma, dia jadi takut melihat ekspresi orang lain saat menatapnya, dia takut saat mendengar notif pesan masuk sangat takut sampai membuat jantungnya berdetak tak karuan.
"Kau dengar?" Michel menyadarkannya.