Melihat wajah yang tak asing ada di hadapannya membuat Gwen segera menghapus kasar air matanya.
"Ya?"
"Em, jangan duduk di tanah, hehe." Gwen tersenyum mendengarnya, ternyata seukuran anak SMA, lelaki itu bisa peka dengan keadaannya. Dia segera beranjak dari tanah dan duduk di ayunan sedangkan Habib mulai memunguti berkas-berkas yang berserakan, mengumpulkannya menjadi satu dan duduk di samping ayunan.
"Cuaca sore ini cerah ya, buk?" ujarnya, Gwen mengangguk pelan sambil menghirup dalam-dalam udara itu, sampai hatinya terasa lega.
"Oh ya, Ibuk kuliah atau kerja?" tanya Habib basa-basi. Gwen menunduk sebentar lalu menatap anak lelaki itu.
"Kuliah." Habib ber- o riah mendengarnya.
"Owalah kirain, soalnya berkasnya mirip surat lamaran kerja, haha!" Mata dingin itu mulai mencair, Sifat pedulinya membuat dia berbeda. Bukan seperti anak SMA lainnya.
Gwen hanya bisa menatap takjub pahatan tuhan itu, di dadanya mulai menunjukkan reaksi lainnya.
Izinkan dia menulis bagaimana Allah memberikan kesempurnaan padanya, dan berharap tawa itu hanya untuknya, dan bukan untuk orang lain.
"Maaf aku melewati batas," batinnya.
***
Baru saja kakinya melangkah wanita separuh baya meletakkan beberapa buku di atas meja dengan sedikit kasar.
"Ma?"
"Kamu beli buku novel sebanyak itu untuk apa? Beli buku pelajaran untuk kuliah mu jangan menghabiskan untuk melakukan hal-hal seperti itu!" tekannya. Gwen terdiam berusaha mengontrol detak jantungnya, tidak ada yang salah dengan apa yang di ucapkan mamanya, semuanya benar dan dia yang salah, tapi untuk mengejar mimpi apa itu sebuah kekeliruan? Mungkin dia tidak pernah menjelaskan keinginannya sampai wanita yang ada di hadapannya harus turun tangan mengatasi kebandelannya.
"Kalau begitu terus mama tidak akan memberikan uang padamu lagi!" segera dia pergi setelah mengatakan itu.