Sinta mengolesi tipis dua lembar roti gandumnya dengan mentega. Memanggangnya sebentar, cukup sampai berwarna kecokelatan. Perempuan yang tak gemar makan nasi itu kemudian mengambil roti gandumnya dengan penjapit lalu menyusunnya di atas piring keramik ceper berwarna putih. Sambil menunggu rotinya sedikit menghangat, Sinta membuka layar ponselnya dan mengirimi lokasi rumahnya kepada Sakha.
Lagi-lagi wajah perempuan cantik itu seperti bunga yang merekah di pagi hari yang dingin pada sebuah musim semi. Sinta benar-benar tak bisa mengelakkan senyumannya.
Sinta, jangan lupa makan ya!
Kalimat terakhir yang Sakha ucapkan sebelum dia memutuskan sambungan ponselnya itu masih terasa jelas menggelenyar di dada. Perempuan introver ini masih terus tersenyum. Tak bisa menyembunyikan debar tak beraturan di dadanya sampai Sinta benar-benar menggigit habis roti gandumnya.
“Bunda,” panggil Glea tiba-tiba dari atas anak tangga membuat Sinta menepiskan pandangannya dari ponsel yang dia pegang lalu menoleh ke arah suara itu.
“Hei cantik, anak bunda baru bangun sayang?” Sinta meletakkan ponselnya di meja, lalu menghampiri gadis cantik itu, memeluknya erat kemudian menggendongnya.
“Anak cantik mandi yuk, terus makan. Ok?”
Glea menggeleng. “No Bunda.”
“Why cantik?” Sinta mendudukkan Glea di sofa.
“Aku mau main dulu sama bunda,” ujar Glea dengan suara manja. Kedua tangannya melingkar di leher Sinta.
“Ok, tapi sebentar aja ya. Setelah itu, Glea harus mandi karena bunda harus kerja. Gimana?”
Glea mengangguk. “Ok bunda. Tapi aku mau main gambar.”
“Boleh.” Sinta mengangguk seraya tersenyum pada Glea.
Glea Fharellina, gadis cantik berusia tiga tahunan itu berlari kecil mengambil beberapa buku gambar dan pensil warna yang disimpan di laci nakas di bawah tangga lalu duduk di karpet berwarna maroon tempat biasa gadis kecil ini bermain.
Sinta ikut duduk dan menghabiskan hampir setengah jam waktunya untuk bermain bersama Glea, putri kecilnya yang berwajah cantik. Sinta lalu melirik jam tangan yang melingkar di lengan kanannya. Jam sudah menunjukkan pukul 08.55 wib.
“Glea cantik, bunda siap-siap dulu ya.”
Glea mengangguk sambil tetap asyik mewarnai gambar kesukaannya.
Sinta lalu berjalan menaiki satu persatu anak tangga dan masuk ke dalam kamarnya, bergegas merapikan kembali riasan serta pakaiannya sembari mengecek ponselnya takut kalau ada pesan masuk dari Sakha. Benar seperti dugaannya, tak berapa lama layar ponsel Sinta berkedip. Ada pesan masuk dari Sakha.
Bip
09.00 Pesan masuk.
Aku sudah sampai.
Bip
09.01 Pesan keluar.
Wait.
Sinta kembali menghadap cermin memastikan wajahnya segar meski semalam Sinta merasa kurang tidur. Sinta lalu beranjak dari kursi riasnya. Perempuan cantik yang tak begitu suka nasi itu kembali menuruni anak tangga dan menghampiri Glea.
“Glea, sayangnya bunda. Taksi online bunda udah datang, bunda berangkat kerja dulu ya?” seru Sinta dengan tangan mengelus lembut kepala Glea.
Glea mengangguk. “Iya bunda. Tapi, Glea boleh ikut nggak?”
Sinta tersenyum tipis. “Nanti kapan-kapan Glea boleh ikut bunda ya, tapi nggak sekarang. Gimana?”