Jadikan Aku Islam ~Novel~

Herman Sim
Chapter #2

Kemarahan Tarkim & Aliong

Rumah besar berpilar tiang kokoh kiri dan kanan menopang plapon atap rumah berlantai dua bergaya modern bercat putih bersih, dengan dominan kusen kayu jati. Sekitar rumah di kelilingi aneka tanaman hijau dan pohon palem hijau berdiri tegak berjejer rapi, serasa meneduhkan sekitar rumah dan tepian kolam renang berwarna biru tampak permukaan airnya tenang sekali.

Lampu kristal gantung bergaya eropa menggantung di depan carpot pintu masuk utama, dengan berapa undakan anak tangga menjorok langsung pada pintu utama. Lantai marmer berwarna crem bersalur urat alam batuan mahal, mencerminkan pemilik rumah tersebut sangat kaya raya dan terhormat sekali.

Pintu warna coklat dari kayu jati tebal berukiran ayat lafal Allah, menjadi petanda pemilik rumah adalah sangat Islami dan mentaati segala aturan agama yang menjadi pedoman hidupnya. Bersih adalah pedoman hidup pemilik rumah, karena kebersihan bukan hanya pangkal kesehatan saja. Tapi kerbersihan rumah juga adalah sebagian dari iman, yang selalu di terapkan pada pemilik rumah.

"Untung aja ngak luntur nih lantai, saban hari di pel pagi, siang dan sore. Udah kayak minum obat aja," guman Mansyur, lelaki polos dan humoris cuman kelihatan pantatnya terbalut kain sarung biru bersalur putih. Cuman kain sarungnya doang yang kelihatan dari belakang bergoyang-goyang, tapi dua tangannya tetap menarik mundur gagang pel terus mengepel lantai teras depan beranda rumah. Sekali-kali lap kotor di peres setelah di bilas masukan kedalam ember bersih air rasa kusam sedikit.

"Tapi saya salut sama Abah Tarkim, hidupnya selalu menjaga kebersihan. Walau Abah sudah berumur, tapi dia tetap aja masih sehat." bulir peluh mulai mendarat terjun bebas di wajahnya Mansyur seraya memuji Abah Tarkim yang mungkin sebentar lagi akan segera pulang. Colekan sinar matahari Kota Bandung, siang menjelang senja cukup lumayan sejuk. Langit terasa sedang asyik bermain dengan segumpalan awan kelabu, tentu saja langit cerah tahu diri bila sebentar lagi akan segera berganti dengan malam.

Dua tangan Mansyur masih terus mengepel lantai marmer, sampai dirinya tidak sadar bila di selasar halaman rumah masuk mobil mewah BMW hitam antik. Dari balik kemudi setir mobil hanya tersenyum Tarkim, duda pengusaha furniture, punya pendirian kuat dengan agamanya. Semakin tersenyum menahan tawa Tarkim akan turun dari mobil perhatikan kaos merah bagian ketek kanannya bolong dan kain sarung yang di pakai Mansyur bolong bagian belakangnya

"Assalam' mualaikum," salam terucap dari mulut Tarkim sudah berdiri di samping mobil, tangan kirinya menutup pintu.

"Brak" suara pintu mobil tertutup, tapi salam Tarkim masih di cukein Manysur belum sadar bila Tarkim sudah berdiri di belakangnya.

"Waalaikum' salam. Syur, Mansyur ...! Abah, Abah di belakang loe!" malahan Diran, sopir lugu tetapi rada jahil mengedipkan mata kirinya pada Mansyur berbalik.

"Waalaikum' salam ..." sahut berbalik Mansyur cepat menarik tas kerja dari tangan Tarkim cuman tersenyum saja melirik hampir semua lantai marmer yang berada di teras depan beranda rumah sudah bersih.

Lihat selengkapnya