Jadikan Aku Kuat

Yuricka
Chapter #7

Tantangan Besar

“Kenapa?” tanya pria paruh baya tanpa mengalihkan pandangannya dari dagangan yang sedang dia hangatkan di atas panci kecil.

Tika tidak langsung memberikan jawaban. Matanya terasa pedas, panas menyeruak memenuhi area matanya, detakan kuat terasa di dada, semakin kuat semakin sulit untuk bisa gadis itu kendalikan.

Melihat Bapak yang masih belum pulih sepenuhnya setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, tapi terpaksa harus berjualan demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya, membuat Tika pilu, batinnya hanya bisa berandai-andai, andai dia hidup dengan layak, mungkin dia tidak akan melihat pemandangan memilukan seperti ini.

“Wajah Bapak masih pucat.” Kalimat yang sempat terpotong itu kembali berlanjut, terucap lirih dari mulut kecil putri cantiknya.

Bapak mengangkat wajahnya, mendongak ke arah putrinya sambil menunjukan senyuman yang teramat teduh. “Bapak gak papa, ini mah karena kecapean, cuaca juga lagi panas,” ujarnya, lantas tangan itu kembali fokus merapikan jualannya.

"Ya justru itu, Bapak gak boleh kecapean, kan baru pulang dari rumah sakit," tukas Tika.

"Atuh kalau gak gini, darimana kita bisa dapat uang," timpal Bapak yang lagi-lagi membuat Tika membisu untuk kesekian kalinya.

'Ya Allah, gak tega banget harus lihat Bapak seperti ini. Padahal Bapak baru pulang dari rumah sakit dan baru mendapatkan pendonor darah, tapi sudah harus jualan lagi. Tolong permudah jualan Bapak saya ya Allah, agar Bapak bisa istirahat,' batin Tika.

Tika masih belum mengalihkan pandangannya, menatap sang Bapak yang sudah siap melanjutkan perjalanannya berkeliling kampung.

“Kalau nanti aku kaya, aku udah sukses dan punya banyak uang, aku pastiin Bapak gak perlu capek capek lagi nyari uang seperti ini," ucap hati kecil remaja itu seraya melempar tatapan kagum pada Bapaknya yang tidak pernah sekalipun mengeluhkan kesulitannya.

“Oh iya, emangnya Bapak mau keliling ke mana?” Tika kembali melempar pertanyaan.

Wajah itu masih sangat polos, seolah dia tidak mengerti apapun. Namun, jauh di dalam hatinya dia tahu persis apa yang dirasakan pria paruh baya itu, memikul tanggung jawab sebesar itu seorang diri, pasti membuatnya kelelahan.

“Ke mana aja,” jawabnya, kemudian Bapak berdiri dan lantas bersiap untuk meninggalkan sekolah yang mulai sepi.

Bapak memang selalu mampir ke sekolah, selain untuk berjualan dia juga datang untuk memastikan anaknya baik-baik saja selama di sekolah.

“Oh iya atuh. Kalau begitu aku pulang duluan ya, Pak. Mudah-mudahan cepet habis jualannya!” Tika menyalami tangan kasar itu, kemudian berlalu meninggalkan Bapaknya yang masih ada di halaman sekolah.

Tika selalu mendengar Mamanya mengucapkan kalimat yang sama setiap Bapaknya akan berangkat jualan, berdoa agar jualan suaminya cepat habis agar bisa cepat pulang, dan Tika selalu mengulang dan mengucapkan kalimat yang sama, begitu pula sampai detik ini.

Tika sadar bukan dia saja yang mengalami itu, pasti ada orang lain yang merasakan penderitaan yang sama, tapi dia tidak melihat itu disekelilingnya, sehingga apa yang dia rasakan menimbulkan kesimpulan, kalau dunia ini hanya kejam kepadanya.

Jangankan meminta uang untuk keperluan sekolah, meminta sedikit uang untuk jajan saja Tika tidak tega.

Ada kalanya orang tua Tika melarang Tika untuk pergi ke sekolah karena khawatir jika anaknya tidak punya uang untuk jajan dan akan dipermalukan oleh teman-temannya, tapi anak gadis itu selalu saja berkata, “Lebih baik sekolah meskipun gak bawa uang jajan, daripada di rumah bosen, lagian sekolah buat belajar bukan untuk jajan,” begitulah celotehan anak di bawah umur tersebut.

Mari kita sudahi mengungkit luka di masa kanak-kanak itu, kini Tika sudah terbebas dan tidak lagi ada di lingkaran yang sama.

Lihat selengkapnya