“Karena saya harus melakukannya,” jawab Tika tegas.
“Ya saya tahu, tapi bagaimana saya bisa mempercayakan pekerjaan ini sama kamu, kalau kamu sendiri tidak yakin dengan pekerjaan ini?” tutur Arni dengan raut wajah heran.
“Saya memang tidak yakin dengan pekerjaan ini, entah apa saya bisa melakukannya dengan waktu yang cukup lama atau tidak, tapi saya bisa mengusahakannya."
"Selain itu, ini juga kali pertama untuk saya, tapi saya akan berusaha memenuhi apa yang menjadi tanggung jawab saya.” Tika membalas tatapan wanita yang akan menjadi majikannya tersebut, dia mencoba meyakinkan perempuan itu kalau dia bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.
“Kamu yakin?” Arni kembali melempar pertanyaan. Matanya membulat menyelidiki.
“Saya yakin akan mampu melakukan pekerjaan ini, Bu. Jadi tolong beri saya kesempatan untuk membuktikannya!” pinta Tika.
“Baik lah kalau kamu mau, kamu bisa mencobanya, kamu bisa belajar, lagipula di rumah ada Mama saya, jadi kalau kamu kesulitan kamu bisa bertanya pada beliau,” tegas Arni.
“Baik, Bu.”
Panjang lebar mereka berbincang membahas tentang pekerjaan, tibalah di mana Tika di minta untuk istirahat terlebih dahulu sebelum memulai kegiatannya bekerja.
“Kamu bisa istirahat di sini.” Wanita itu berdiri, melangkah ke arah kamar yang ada di depan sofa kemudian membuka pintu kamar tersebut.
“Baik, Bu. Terima kasih.” Tika bangkit dari sofa, pergi membawa barang-barangnya menuju kamar tersebut.
Tika mencoba untuk menyesuaikan dirinya di tempat asing tersebut, merapikan pakaian dan membaringkan tubuhnya setelah setengah hari berkendara.
Kediamannya yang tak jauh dari kaki gunung di perdesaan, membuat Tika harus bekerja keras untuk sampai ke tempat tujuan yang terletak di tengah-tengah kota Tasikmalaya.
Kota yang dikenal dengan makanan khasnya yaitu tutug oncom, kini tempat asing itu akan menjadi tempat rantau yang haru Tika singgahi.
Belum sampai setengah jam gadis itu membaringkan tubuhnya, sayup-sayup dia mendengar sekumpulan orang yang datang ke rumah sederhana dengan 4 ruang kamar tidur itu.
Soktak Tika terperanjat dari ranjangnya, menyiapkan diri jika ada seseorang yang mungkin saja akan memanggilnya.
Tika duduk di tepi ranjang, tubuhnya mengarah lurus ke depan pintu, menanti siapapun yang akan masuk mendatanginya.
Jantungnya tidak aman, Tika bahkan tidak dapat minum dengan baik karena saat itu tubuhnya masih diguncang rasa cemas dan takut.
Mendengar banyaknya suara asing, semakin membuat Tika tak nyaman, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan, apakah dia harus ke luar kamar dan menyapa, atau dia harus menyuguhi makanan, atau dia harus tetap diam di kamarnya? Tika bertanya-tanya dalam benaknya, dia takut melakukan kesalahan di hari pertama dirinya masuk kerja.
Tak berselang lama, knop pintu kamarnya tiba-tiba berpurtar, Tika terperanjat kaget, tubuhnya kemudian bergetar hebat.
Tidak salah jika Tika merasakan semua itu, ini terlalu dini untuknya, dia yang sebelumnya diam di rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan hampir tidak pernah meninggalkan rumahnya, kini harus berhadapan dengan dunia kerja yang jauh di luar bayangannya.
“Tika,” panggil Arni dengan lembut.
“Iya, Bu.” Tika menjawab cepat.
“Ini ada ibu sepuh dan keluarga saya. Keluar dulu, yuk!” pintanya.
“Oh iya, Bu.” Dengan langkah terburu-buru Tika meninggalkan kamar dan pergi menemui keluarga tersebut.
Perasaan Tika semakin tak karuan kala mendapati begitu banyaknya orang di sana, mereka terlihat baru saja pulang dari berziarah, mengingat kala itu masih dalam suasana lebaran.