Arni mengembangkan senyuman, menatap Tika yang sudah antusias dengan penawarannya.
Malam itu rintik hujan mulai terdengar, berderetan mencium genteng rumah hingga mengangkat aroma tanah yang menyeruak memenuhi indra penciuman.
"Ahamdulillah ya. Kalau butuh apa-apa mah bilang aja, yang penting kamu betah dan fokus sama pekerjaan kamu di sini!" tutur Arni.
“Dan iya, kamu juga harus sabar ya sama Mama saya. Maklum lah Mama saya sudah tua, jadi emosinya suka naik turun." Arni mengarahkan tatapannya ke depan, ke arah kamar ibunya.
"Kalau kata orang, umur manusia di atas 60 tahun itu sudah masuk ke masa anak-anak lagi. Ke saya juga suka marah-marah gak jelas, jadi yang kuat aja, ya!” lanjut Arni. Kedua matanya kembali menatap lekat pada gadis yang duduk di hadapannya.
“Iya, Bu, gak papa atuh, itu mah wajar, namanya juga udah usia.” Tika mengangguk kecil menyetujui ucapan Arni, meskipun di dalam hatinya masih ada rasa kesal atas yang sudah wanita sepuh itu katakan.
Arni mengangguk.
“Ya sudah sekarang kamu istirahat gih, udah malam, anak-anak juga udah pada tidur!” titah Arni, tubuh itu bangkit dan berlalu melewati Tika, pergi ke arah dapur kemudian membuka kulkas lantas menenggak segelas susu dingin.
Tika memutar matanya mengikuti langkah Arni yang terhenti di dapur, tubuhnya terperanjat lantas berpamitan sebelum akhirnya dia menjauh menuju kamar tidurnya yang ada di samping dapur.
Dalam keramaian hujan yang mulai bersahutan deras, Tika termenung, Tika rasa malam ini akan jauh lebih hangat dan menenangkan.
Ya, meskipun dengan kegiatan hari ini yang cukup padat, pun anak-anak yang cukup rewel untuk dia tangani, serta wanita tua yang sangat sulit ditebak suasana hatinya, tapi Tika merasa terobati dengan sikap lemah lembut Arni yang menjadi majikannya.
"Benar kata ibu warung, setidaknya aku harus betah demi bu Arni, kasian juga dia harus gonta ganti pengasuh gara-gara gak ada yang betah kerja di sini," ucap Tika.
Beruntung Tika memiliki majikan sebaik Arni, setidaknya salah satu anggota di rumah tersebut ada yang memperhatikan dirinya.
Tika juga merasa senang karena besok dirinya akan memiliki ponsel baru, dia berjanji dalam hatinya akan menggunakan benda itu sebaik mungkin.
Seperti niatnya sebelum masuk ke dunia kerja, dia akan melakukan banyak hal untuk merubah nasibnya dan merubah sudut pandang orang kepadanya, setidaknya Tika bisa lebih semangat dengan memiliki benda itu, Tika juga bisa menggunakannya untuk menambah pengetahuan lain.
"Ya Allah rasanya udah gak sabar deh buat megang hp," gumam Tika dengan begitu antusias.
"Nanti aku bisa teleponan sama Mama, bisa komunikasi sama teman-teman, bisa cari informasi, dan yang terpenting aku bisa belajar!" ucapnya bersemangat.
"Terus apa lagi ya?" lanjut gadis itu dengan pikiran yang mulai melayang-layang.
Dia menggulingkan tubuh mungilnya di atas ranjang, menutup tubuh itu dengan kain jarik, napasnya tersendat-sendat karena terlalu bersemangat, matanya berkaca-kaca seraya menatap luas langit-langit kamarnya.
"Ah sudah lah, mendingan aku tidur dulu, biar bisa cepat-cepat dapat hp." Tika menarik kain jarik hingga menutupi wajahnya, berharap dia bisa segera tidur dan terbangun esok hari untuk menyambut ponsel baru.
Namun, sayangnya mata kecil itu tidak mau menurut, sepasang panca indra itu seakan ikut merasakan kesenangan yang Tika rasanya, dia tak sabar menunggu pergantian hari, sampai-sampai kesulitan untuk tertidur.
"Ah udah sih, tidur yuk tidur!" gerutunya sambil cengengesan.
Tika bak anak kecil yang diiming-imingkan barang baru oleh ibunya, dia nampak tidak sabar memegang hp baru yang akan menjadi miliknya sendiri.
"Udah Tika, stop mikirin besok, kalau gak tidur malah jadi lama nih waktunya!" celetukan itu meluncur dari mulut kecilnya. Dia arahkan pandangannya pada jam yang ada di atas meja.
"Tuh kan masih lama, cepat tidur!" lirihnya sambil memaksa mata itu terlelap.
Waktu sudah menunjukan pukul 22:17. Dia kembali membawa pikirannya agar tetap tenang dan mencoba untuk berbaur dalam irama hujan, hingga tak lama kemudian mata cantik itu tertutup dan tertidur dengan lelap.
***